Gunung Ciremai merupakan benteng ekologis utama bagi Kabupaten Kuningan dan wilayah Ciayumajakuning.
Ia berfungsi sebagai penyimpan air, pengatur iklim, penopang keanekaragaman hayati, dan pelindung masyarakat dari risiko bencana hidrometeorologis.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tekanan kepentingan perusahaan, pembukaan lahan ilegal, dan eksploitasi yang dibungkus narasi pembangunan telah mengancam stabilitas ekologinya. Apa yang terlihat di lereng Ciremai saat ini bukan hanya persoalan teknis lingkungan, melainkan persoalan tata kelola, hukum, budaya, hingga moral publik.
Kajian strategis ini menyatukan data ilmiah, fakta lapangan, konsep budaya Sunda mengenai struktur hutan, landasan hukum nasional, serta refleksi bencana banjir bandang Sumatra. Semua dirumuskan untuk menunjukkan bahwa kerusakan Ciremai bukan ancaman ekologis semata, tetapi ancaman sosial, ekonomi, dan kemanusiaan yang nyata.
Pesan moral yang menjadi dasar kajian ini:
JANGAN menormalisasi dan meromantisasi pejabat ataupun investor yang menjanjikan lowongan pekerjaan dengan imbalan pembabatan hutan.
Dan TANGKAP & tindak tegas pelaku penggundulan hutan di lereng Ciremai — siapapun mereka.
FAKTA TERKINI KERUSAKAN LERENG CIREMAI
1. Pembukaan Lahan Ilegal dan Perubahan Bentang Alam
Dalam beberapa bulan terakhir, ditemukan indikasi pembukaan lahan di lereng Ciremai yang melibatkan penebangan vegetasi, pembuatan jalur akses,
dan perubahan kontur tanah. Aktivitas ini diduga tidak mengantongi izin AMDAL atau izin lingkungan, sehingga melanggar hukum dan membahayakan ekosistem.
2. Data Deforestasi 2021–2024
• 140 hektare hutan alam hilang
• Setara ±94 kiloton CO₂ yang dilepas ke atmosfer
Meskipun angka terlihat kecil, lokasinya berada di hulu DAS dan lereng curam yang sangat menentukan stabilitas hidrologis Kuningan.
3. Tekanan Investasi dan Proyek Komersial
Beberapa perusahaan mencoba masuk dengan alasan investasi wisata, industri, hingga infrastruktur.
Pola lama “serobot dulu, urus izin belakangan” muncul kembali, sebagaimana kasus geothermal dan sengketa lahan bernilai miliaran rupiah.
4. Dampak Ekologis
• Debit mata air menurun
• Risiko longsor meningkat
• Resapan air berkurang
• Potensi banjir bandang meningkat akibat limpasan permukaan tidak terserap tanah
REFLEKSI BANJIR BANDANG SUMATRA
Banjir bandang di Sumatra yang menewaskan banyak korban menjadi alarm keras bagi Jawa Barat.
Fakta yang terjadi di Sumatra:
• 4,4 juta hektare hutan hilang sejak 2001
• Deforstasi menyebabkan hilangnya intersepsi, infiltrasi, dan penyangga air
• Terjadi fenomena “tsunami kayu” akibat pohon tumbang dan gelondongan terseret arus
• Alam tidak lagi mampu menahan intensitas hujan ekstrem
Refleksi penting untuk Ciremai:
Apa yang terjadi di Sumatra dapat terjadi di Kuningan apabila kerusakan hulu tidak dihentikan.
Lereng Ciremai memiliki karakter topografi curam dan curah hujan tinggi—kombinasi ideal bagi bencana jika hutan dibuka.
PERSPEKTIF BUDAYA SUNDA: HUTAN LARANGAN, TUTUPAN, DAN BALADAHAN
Dalam budaya Sunda, hutan dibagi menjadi tiga kategori utama:
1. HUTAN LARANGAN
Hutan yang sama sekali tidak boleh disentuh, dibabat, atau diolah.
Termasuk di dalamnya: kawasan konservasi inti Ciremai, hulu mata air, dan lereng terjal.
Pelanggaran terhadap hutan larangan adalah pelanggaran ekologis sekaligus pelanggaran adat.
2. HUTAN TUTUPAN
Boleh dimanfaatkan terbatas oleh masyarakat dengan aturan adat, tetapi tutupan vegetasinya harus dijaga.
Area ini berfungsi sebagai pengatur air, pengendali angin, dan zona penyangga.
3. HUTAN BALADAHAN
Wilayah yang dapat dikelola masyarakat untuk kebun, agroforestry, atau permukiman, tetap dalam etika adat: “Ngabumi lain ngarebut.”
Filosofi Sunda yang relevan:
“Lamun leuweung rusak, cai éléh. Lamun cai éléh, hirup éléh.”
(Jika hutan rusak, air kalah. Jika air kalah, hidup kalah.)
Dengan demikian, kerusakan Ciremai bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga krisis moral dan pelanggaran adat.
LANDASAN HUKUM LENGKAP DAN RIGID
1. UU No. 5 Tahun 1990 jo. UU No. 32 Tahun 2024 tentang Konservasi SDAE
• Melarang segala aktivitas yang mengubah bentang alam kawasan konservasi
• Menegaskan perlindungan ekosistem taman nasional sebagai fungsi utama
• Pelanggaran dapat dikenai sanksi pidana berat
2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• Pasal 22–26: Kewajiban AMDAL bagi kegiatan berdampak besar
• Pasal 69: Larangan perusakan lingkungan
• Pasal 98–116: Sanksi pidana hingga 15 tahun penjara
• Strict Liability: Tanggung jawab mutlak pada kerusakan lingkungan
3. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
• Larangan mengalihfungsikan hutan tanpa izin
• Pasal 50–78: Sanksi bagi pembalakan liar dan perusakan kawasan hutan
4. UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan & Pemberantasan Perusakan Hutan
• Menindak korporasi perusak hutan
• Menindak pihak yang memfasilitasi aktivitas ilegal
• Menindak pejabat yang menyalahgunakan kewenangan
5. RTRW Provinsi Jawa Barat & RDTR Kuningan
Menetapkan kawasan Ciremai sebagai:
• kawasan lindung,
• kawasan rawan bencana,
• dan kawasan resapan air.
6. Regulasi Taman Nasional Gunung Ciremai
• Zona inti dan rimba TNGC tidak boleh dibuka untuk aktivitas komersial
• Pemanfaatan hanya untuk konservasi, riset, dan pendidikan lingkungan
KRITIK KERAS TERHADAP PERUSAHAAN DAN PEJABAT
Banyak pihak mencoba meredam kritik publik dengan alasan “ini pembangunan” atau “ini membuka lapangan kerja.”
Kenyataannya:
• Menanam pohon bukan solusi jika pembabatan tetap dilakukan
• Klarifikasi publik tidak menghapus kerusakan ekologis
• Lowongan kerja dapat diciptakan tanpa merusak hutan
• Hutan yang hilang tidak dapat diganti dalam waktu singkat
Pertanyaan moral yang harus dijawab:
Jika bisa menjaga, mengapa harus membabat?
Jika bisa melestarikan, mengapa memilih merusak?
STRATEGI PERLINDUNGAN CIREMAI
1. Audit ekologis menyeluruh dan independen
2. Penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu
3. Pembatasan total aktivitas industri di zona sensitif
4. Pengembangan ekonomi berbasis konservasi
5. Pemberdayaan masyarakat dan pemulihan adat
6. Edukasi publik tentang bahaya pembukaan hulu DAS
7. Monitoring berbasis teknologi (citra satelit, drone)
PERNYATAAN SIKAP FINAL
• TANGKAP dan tindak tegas pelaku penggundulan lereng Ciremai
• Hentikan seluruh aktivitas pembukaan lahan buatkan audit independen menyertakan (aktivis pemuda, ahli, aktivis lingkungan, perwakilan perusahaan, perwakilan pemerintah) dan buatkan transparansi data setiap sesinya
• Tolak normalisasi dan romantisasi pejabat atau investor perusak hutan
• Ciremai adalah benteng ekologis, bukan lahan komersial
• Jika hulu rusak, hilir akan tenggelam
• Lindungi Ciremai hari ini agar masa depan tetap memiliki air, tanah, dan kehidupan
Ciremai bukan warisan untuk dijual, melainkan amanah untuk dijaga. Jika masih tetap dilaksanakan maka harus kita ingat bahwa alam tak pernah ingkar dalam janji, dan tak pandang bulu dalam menagih hutangnya.
Oleh : Muhammad Hanif Firdaus
(Founder Swara Pemoeda)

0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.