Aku Hadir dalam Rindumu - AHDR (1)

Catatan Akhir Pekan "Aku Hadir Dalam Rindumu" merupakan seri tulisan.

Edisi berikutnya :  Aku Hadir dalam Rindumu (2)

Oleh: Kang Iman (Dr. Iman Subasman MSi ; Konsultan Evaluasi Pendidikan Islam)

Rendahkan suaramu, jangan terlalu keras. Pesan itu sangat singkat, terfokus pada etika karena suara keras seringkali identik dengan ketidaksopanan dan juga identik dengan marah. Cukuplah suaramu di dengar oleh indra pendengaranmu dan sertakan hatimu dalam pembicaraanmu.

Menempatkan etika suara dalam komunikasi seakan menjadi pendidikan tersendiri. Membutuhkan guru, proses, latihan bahkan juga uji coba dalam dalam keseharian. Membutuhkan pembelajaran dan pembiasaan dalam mengajarkan dan menanamkan watak dalam berbicara. Kini suara keras itu tak lagi menjadi keganjilan dalam berkomunikasi, karena terlalu terjadi persegeseran nilai, bahkan norma dalam berkomunikasi.

Setelah terjadi pergeseran nilai dalam komunikasi, setiap orang menjadi seorang yang bebas berbicara dari aspek isi bahasa dan intonasi suara. Semakin rendah suasana sensitif terhadap kualitas bahasa dalam aspek komunikasi akan menjadi cara mudah untuk mengukur kualitas etika. Di negara maju hal ini aspek perhatian terhadap etika bicara selalu menjadi kepedulian mereka, etika berbahasa menjadi ukuran norma masyarakatnya. Cukup beralasan jika para ahli bahasa dan tatakrama berkata bahasa adalah sebuah etika, nilai bahkan norma, bahasa menjadi cermin pribadi orang dan komunitasnya.

Lihat orang yang saling terpaut hatinya, ada kedekatan hatinya dan bersih dari gejala-gejala penyakit batinnya, ia selalu waspada terhadap lisannya. Sebuah nasehat indah, " Jika hatimu jauh teriakanpun tak akan di dengar, namun jika hatimu dekat bisikanpun menjadi nyata". Itulah sebuah rahasia bagi mereka yang selalu ingin hadir denganNya, perlahan ia selalu berdoa aku rindu padaMu ya Robb dan Allah SWT selalu merindukan mereka, " aku dekat bahkan lebih dekat dari nadimu".***

Artikel Kolom Ragam Januari 06, 2018