Hot News
11 Maret 2019

Artikel Penolakan terhadap Islamisasi di Kuningan


suarakuningan.com - Islam adalah agama utama masyarakat Kuningan saat ini. Pelbagai kegiatan keislaman yang semarak dan dipenuhi oleh antusiasme masyarakat, menunjukkan bahwa agama yang disebarkan oleh Nabi Muhammad tersebut telah menjadi bagian integral warga Kabupaten Kuningan. Aspek fisik dan non-fisik yang berkaitan dengan Islam pun telah berkembang dengan sedemikian rupa, membuatnya telah menyatu bersama dengan kehidupan masyarakat lembah timur Gunung Ciremai.

Meski kondisi itu telah menunjukkan eksistensi dan kekokohan Islam dalam konteks waktu sekarang ini, namun ternyata perkembangan awalnya tidak terjadi seperti membolak-balikkan telapak tangan. Dengan kata lain, Islamisasi yang terjadi di Kuningan, tidak terjadi dalam waktu yang sebentar dan perjalanan yang dilalui oleh agama ini hingga meresap ke tengah masyarakat pun tidak semudah seperti yang kita bayangkan di saat ini. Ia mengalami pelbagai kendala dan hambatan, bahkan terkadang ia harus berhadapan dengan dinding kokoh yang bernama “penolakan masyarakat lokal.”

Kejadian-kejadian yang berkonotasi negatif itu memang tidak terjadi di semua tempat yang ada di Kuningan, namun tetap merupakan peristiwa yang tidak dapat dinafikan karena terjadi di beberapa tempat. Bahkan banyak folklor serta legenda desa yang menyatakan bahwa penolakan-penolakan itu terjadi di dalam ruang lingkup lingkungan mereka, meskipun hanya terjadi pada sebagian kelompok dan wilayah saja. 

Sumber lokal yang ada itu, tentunya tidak dapat dijadikan sebagai sumber tunggal karena mesti dibarengi dengan sumber-sumber lainnya. 

Salah satu sumber yang akan dijadikan sebagai landasan dalam tulisan ini adalah naskah-naskah kuno, yang jumlahnya sebetulnya sangat melimpah namun belum banyak didalami oleh banyak orang karena tidak semua kalangan dapat membaca dan memahaminya. Lagipula, peninggalan budaya yang ada dalam bentuk naskah ini jumlahnya jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan peninggalan budaya dalam bentuk lain, misalnya yang berbentuk material fisik seperti situs pemujaan, candi, istana, dan bangunan masjid (Ikram, 1997: 24).

Naskah kuno sesungguhnya banyak menyimpan makna dan dimensi yang bisa diselami kandungannya, karena naskah merupakan hasil dari sebuah tradisi panjang yang di dalamnya terdapat partisipasi pelbagai sikap budaya masyarakat yang hidup dan berkembang dalam kurun waktu periode tertentu (Baried 1994: 2). Bagaimanapun, naskah merupakan salah satu media yang bisa dijadikan sebagai bukti dan sumber sejarah, yang tentu jika dilakukan dengan kajian kritis dan ilmiah.

Proses Islamisasi Kuningan banyak digambarkan dalam naskah kuno Cirebon, salah satunya adalah dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari. Di dalamnya dikisahkan bahwa Syaikh Syarif Hidayatullah melakukan dakwah Islam ke wilayah Luragung, yang sekarang menjadi bagian Kabupaten Kuningan. Di Luragung itu, istri Syaikh Syarif yang bernama Ong Tin diriwayatkan sempat memiliki anak.

“ing warsa ning walandi sahasra patangatus pitungdasa jĕjĕg tan pinunjul tĕkan ta Ki Sari ping Carbon-nĕgeri sawarsa tumuli atĕmu tangan lawan Nyi Mas Babadan kang angĕmasi ing warsa ning Waladi sahasra patangatuspitungdasa punjul pitu sawarsa tumuli Ki Sarip atĕmu tangan lawan putri Ong Tin ing warsaring Walandi saharsa patangatus wolungdasa pinunjul siji patang war tumuli ya angĕmasi/ lawan sang putri manak anak siji kang angemasi ri kala anyar mijil ing  Luragung dukuh sang ayu manangis duka apan karanira sang ayu Raden Kemuning anakira Ki Agĕng Luragung ingkang anyar mijili sĕdĕngira sang ayu maweh bokorkuningan ring Ki Agĕng tumuli/ ika bokor gawanira sakeng negeri Cina.”

Pada masa tersebut, Luragung dan Kuningan merupakan bagian dari Kerajaan Galuh yang tengah dipimpin oleh Prabu Jayaningrat. Galuh sendiri, di masa itu, menginduk ke kepemimpinan Sri Baduga Maharaja yang menjadi pemilik kuasa tertinggi Kerajaan Pajajaran. Dakwah yang dilakukan pada masa-masa awal itu dilakukan dengan pendekatan non-militer, karena Syaikh Syarif menyebarkan Islam dengan pendekatan yang humanis dan persuasif. 

Meski dakwah di wilayah Kuningan tersebut dilakukan dengan cara yang lemah lembut, tidak semua pihak yang didatangi mau menerima Islam. Bahkan beberapa di antaranya melakukan penolakan dan juga perlawanan. Folklor desa yang meriwayatkan adanya upaya penolakan terhadap Islam semacam ini, terjadi di Desa Timbang dengan legenda tentang sosok Pangeran Jayakelana, dan terjadi di Desa Bandorasa dengan tokoh sentral yang bernama Pangeran Sri Gedong Guriang Herang.

Lalu bagaimana proses penolakan terhadap Islamisasi itu?

Jawabannya akan dipaparkan dalam tulisan sambungannya nanti, ya..

Oleh:
Tendi
Pamanah Rasa Institute
Pembina Divisi Sejarah Komunitas Saung Indung
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Artikel Penolakan terhadap Islamisasi di Kuningan Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan