Hot News
25 September 2023

Tingginya Angka Kekerasan Seksual Anak di Kuningan



Ina Agustiani, S.Pd


Seorang anak lahir memberi harapan, karena ia akan jadi penopang negara untuk perubahan. Anak yang harusnya dijaga oleh masyarakat, dilindungi oleh lingkungan malah ternodai oleh tingkah bejat orang dewasa tak bertanggung jawab. Hancurlah masa depannya, lenyaplah cita-citanya seumur hidup menanggung derita. Itulah gambaran sedih banyaknya kasus kekerasan seksual menimpa anak di Kuningan, Jawa Barat.


Dalam kurun waktu enam bulan terakhir, angka kekerasan terhadap anak di bawah umur tergolong tinggi yang masuk ke Polres Kuningan, sudah 25 perkara, dan mereka menjadi korban yang kebanyakan adalah orang-orang terdekatnya. Angka ini kemungkinan seperti gunung es, hanya terlihat di permukaan tapi lebih banyak di bawahnya.


AKBP Willy Andrian selaku Kapolres Kuningan berkata, jumlah kasus masuk semua sudah diproses sesuai ketentuannya dan akan berakhir di pengadilan. Ini adalah komitmen untuk mengawal kasus seperti ini sampai selesai. Ada yang masih pemberkasan untuk dilimpahkan ke kejaksaan, lalu diproses di pengadilan hingga mendapat putusan.


Menurutnya, tujuan untuk melakukan pencegahan paska terjadinya kekerasan seksual bahkan sampai tiga kali revisi dari kementrian sosial demi mendapat penanganan yang maksimal. Antisipasi ini karena korban akan mengalami trauma psikis, jasmani, rohani. Dan pihak Polres Kuningan sudah berkoordinasi dengan pihak terkait. Salah satunya peran masyarakat, orang tua, guru untuk mengantisipasi adanya kejadian seperti ini lagi.


Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) sebagai garda terdepan, telah mengambil langkah melalui sosialisasi dan kampanye penanggulangan kekerasan anak. Langkah terencana ini melakukan pendampingan korban di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPDT), karena masih banyak korban yang tak mau melapor, dengan anggapan stigma masyarakat sekitar akan buruk pada keluarga korban.


Beberapa organisasi keperempuanan, seperti SAPA Institute, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), SAPA yang diketuai Ibu Sri Mulyati menanggapi serius. Ia memberi saran untuk pencegahan harus dilakukan studi banding ke daerah yang lebih tinggi presentase datanya. Indikasinya jika ada kesadaran bahwa kasus kekerasan merupakan hal yang harus dilaporkan, dan ini tertanam dalam masyarakat disana bahwa ini bukan aib yang harus ditutupi. Dan korban tidak lapor karena tidak berani speak up dan mandegnya proses hukum setelah korban melapor.


Akar Masalah

Kekerasan anak dan perempuan pasti ada penyebabnya. Jika kita merenungi fakta yang ada, ini terjadi karena beberapa hal, intinya pada masalah ekonomi keluarga. Kondisi ini menempatkan seluruh anggota keluarga punya beban masing-masing. Kekurangan berujung kemiskinan membuat orang tertekan, sehingga untuk bertahan hidup sangat berat, bisa saja iman yang ada di dada tanggal. Berhutang pada pinjol, riba solusi sementara terpaksa dilakukan dan membuat hidup mereka tidak tenang dan sulit. Akhirnya terjadilah kejahatan, penyiksaan bahkan pembunuhan. 


Belum masalah yang mengiringi, kurangnya ekonomi membuat wanita harus bekerja, perselingkuhan, miras, narkoba, PHK, pergaulan bebas. Begitulah dampak umumnya. Kapitalisme membuat aturan berdasarkan keinginan manusia, bukan pencipta. Gaya hidup liberal atau bebas membuat salah pergaulan. Agama sebatas hiasan tertutup rapat dalam Alquran yang jarang disentuh. Memisahkan hidup akhirat dan dunia. Dampak inilah yang menimpa anak-anak sampai terkena imbasnya. Korban akumulasi himpitan kehidupan orang dewasa.


Islam solusi untuk melindungi

Sebaik apapun tujuan pemerintah untuk melindungi hak perempuan dan anak dari kekerasan sangat minim dalam keberhasilan. Karena tidak berfokus pada akar kehidupan, yaitu akidah yang kuat dan kesejahteraan ekonomi. Jadi membutuhkan komponen lain, untuk keberhasilan di satu bidang perlu bidang lain yang dibangun. Terlebih hanya fokus di paska kejadian, bukan di antisipasi. 


Ketakwaan individu menjadi dasar perilaku manusia, dibantu dengan aspek pemerintahan sebagai pelaksana undang-undang. Fungsi pemimpin di akhirat akan diminta untuk pertanggungjawabannya terhadap rakyat. Jadi solusinya menerapkan sistem ekonomi, pergaulan, sanksi dengan aturan Islam, semua ini saling mendukung. Pemasukan negara pun banyak dari SDA yang tidak pernah diberikan pada pihak asing.


Dalam pergaulan, Islam mewajibkan laki-laki dan perempuan terpisah, tidak boleh berkhalwat, tabaruj, demikian terjaganya pergaulan. Dalam keluarga memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan ketika sudah berumur 7-8 tahun, tahu aurat masing-masing, berpakaian takwa sesuai syariat. Selain itu menjalankan fikih keluarga sehingga rasa kasih sayang yang muncul di anggota keluarga.


Jika masih ada yang tindakan kejahatan seksual, sanksi tegas menanti. Mengutip dari kitab Nizhamu al-Uqubat, negara menghukumi perbuatan zina dihukum mati untuk yang sudah menikah dengan cara dirajam, dicambuk 100 kali bagi yang belum menikah, penyodomi dibunuh. Jika melukai kemaluan anak kecil dengan persetubuhan, terkena denda 1/3 dari 100 ekor unta atau 750 juta rupiah yang selain hukuman zina.


Orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kekerasan seksual terhadap siapapun terlebih anak. Penerapan hukum yang jelas akan menuntaskan kekerasan terhadap anak dan wanita. Melihat anak tumbuh aman, jadi calon pemimpin, pejuang dalam perlindungan terbaik hanyalah dengan Islam Kaaffah. Wallahu A’lam.


  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Tingginya Angka Kekerasan Seksual Anak di Kuningan Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan