SUARAKUNINGAN (SK).
Sastrawan asal Kabupaten Kuningan, Candrika Adhiyasa, meluncurkan buku
kumpulan esai terbarunya yang berjudul Amarah dan Keretakan:
Esai-Esai tentang Seni, Alienasi, dan Trauma, yang diterbitkan oleh
Langgam Pustaka dalam rangka merayakan delapan tahun eksistensi penerbit asal
Tasikmalaya tersebut. Buku ini merupakan upaya Candrika untuk menggali lebih
dalam dunia seni—baik lokal, nasional, hingga internasional—melalui tilikan
filosofis yang tajam dan komprehensif.
“Judul Amarah dan Keretakan mencerminkan substansi utama dari karya-karya yang saya ulas, yang memancarkan emosi mendalam dan ketegangan sosial di balik tata artistik yang ditawarkan. Baik musik, lukisan, patung, tari, maupun bentuk seni lainnya, semuanya menyimpan narasi yang tidak selalu tampak di permukaan,” ungkap Candrika. Namun, fokus esainya tidak pada aspek formal, karena dirinya bukan seorang praktisi seni. “Saya memilih untuk meninjau karya-karya ini dari sudut pandang filosofis agar dapat lebih terhubung dengan publik, serta agar orang awam bisa lebih terlibat dengan isu yang ditawarkan oleh karya seni,” tambahnya.
Buku ini
mencakup 20 esai dengan analisis beragam seniman, mulai dari pelukis Prancis
Pierre-Auguste Renoir, pematung Korea Selatan Park Ki Pyung, hingga pianis
Belanda Joep Beving. Di kancah nasional, Candrika mengulas ikon-ikon seperti
Iwan Fals, kelompok kasidah Nasida Ria, juga puisi Taufiq Ismail dan
Nissa Rengganis,
sementara di tingkat lokal ia memusatkan perhatian pada seniman dari Kabupaten
Kuningan seperti pelukis Asep Dheny, penari Melika Rahmawati, musisi Ofa Mohammad Mukofa, dan fotografer Udhe.
Lukisan Karya
Asep Dheny
Candrika
menyoroti krisis dokumentasi seni lokal sebagai masalah krusial. "Saya
melihat banyak karya seni di sekitar kita yang luar biasa, tetapi jarang
terdokumentasi dengan baik. Kita kerap terjebak dalam slogan keren!, namun tidak ada tindak lanjut
berupa diskusi atau ulasan kritis. Selesai di sana," ujarnya. Ia juga menekankan
pentingnya pendokumentasian sebagai bentuk apresiasi yang berkelanjutan.
Melalui buku ini, ia berharap bisa memantik gerakan diskusi,
dokumentasi, dan analisis yang lebih serius tentang karya-karya lokal yang sering terabaikan.
Foto Karya Udhe
Baginya,
esai-esai dalam buku ini tak hanya berfungsi sebagai media apresiasi, tetapi juga sebagai arsip
penting. “Buku ini adalah langkah kecil untuk mengisi kekosongan dokumentasi
yang dialami banyak seniman lokal. Karya-karya mereka sebetulnya sangat potensial, namun tanpa
dokumentasi dan pembahasan yang tepat, kualitasnya sering diabaikan. Seniman
kita memiliki kualitas yang bisa bersaing di kancah internasional, hanya saja
mereka tidak memperoleh tempat yang layak karena minimnya dokumentasi.
Ada juga permasalahan kanonisasi
yang timpang, tetapi ini memang sedikit rumit.”
Candrika
percaya, potensi besar seni lokal bisa muncul ke permukaan jika didukung oleh
narasi kritis dan dokumentasi yang intensif. “Seniman kita hebat, tapi mereka
terkurung dalam kotak yang sempit karena kita belum cukup memberikan mereka
ruang dalam bentuk tulisan yang serius. Itu yang saya ingin bantu perbaiki.”
Amarah
dan Keretakan
memiliki ketebalan xx+349 halaman dan dapat dipesan melalui laman
www.langgampustaka.com
atau dengan menghubungi WA penerbit Langgam Bookish di nomor 0821-3060-9438. Buku ini diharapkan menjadi salah
satu pemantik dialog
yang lebih mendalam tentang seni dan pembuktian bahwa
seniman lokal pun layak mendapatkan perhatian yang sama seperti seniman dari
belahan dunia lainnya.
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.