Hot News
5 Oktober 2020

Jejak Ngahuma dalam Sejarah Masyarakat Kuningan

Tulisan Bagian 1 dari 2 Tulisan



suarakuningan.com - Terdapat banyak sistem mata pencaharian yang dikembangkan oleh masyarakat Nusantara untuk melestarikan hidup dan keturunan mereka. 

Termasuk satu di antaranya dengan bercocok tanam dan membudidayakan sumber daya hayati guna mendukung keberlangsungan kehidupan. 

Kelompok-kelompok masyarakat yang tersebar di banyak daerah tersebut, tidak hidup dengan kondisi alam yang sama dan malah cenderung berbeda satu sama lain. Perbedaan itu kemudian melahirkan keragaman dalam hal mata pencaharian dan juga sistem bercocok tanam di setiap masyarakat.


Salah satu sistem cocok tanam yang ada dalam tradisi masyarakat Nusantara adalah berladang. Kehidupan berladang adalah kehidupan bercocok tanam yang ditandai dengan adanya pembukaan hutan sebagai lahan yang digunakan untuk media pengembangan tanaman. Pada umumnya, kegiatan berladang dilakukan dengan cara menebang hutan, membakarnya, dan kemudian menanaminya. Kegiatan ini tidak terjadi dalam waktu yang lama, karena hanya dalam beberapa tahun, tanah yang dibuka itu biasanya tidak subur lagi, sehingga para peladang akan pergi ke tempat lain dan membuka lahan untuk kegiatan berladang yang baru.


Mata pencaharian berladang terjadi di tengah masyarakat yang hidup tidak menetap karena sistem berladang bersifat penanaman kering yang tidak memanfaatkan air dengan suatu pengaturan khusus tertentu dan hanya mengandalkan air hujan. Mardjono (1977: 28) mengungkapkan bahwa pada umumnya mata pencaharian berladang yang berpindah-pindah (shifting cultivation) terdapat di daerah pedalaman dan merupakan kehidupan masyarakat pradesa yaitu suatu masyarakat yang merupakan kelompok-kelompok kecil, dan terpencar-pencar di suatu daerah atau lingkungan yang masih terpencil. 


Kegiatan berladang di tengah masyarakat Sunda dikenal sebagai ngahuma. Merujuk pada sumber historiografi tradisional, ngahuma merupakan tahapan awal mata pencaharian masyarakat Sunda sebelum kemudian bersawah. Ketika mengkaji manuskrip Sunda Kuno berjudul Carita Parahyangan, Atja dan Danasasmita (1981: 23) menemukan bahwa di antara kelima titisan pancapusika terdapat orang yang berprofesi sebagai pahuma (peladang). Bunyinya, “Na Sang Mangukuhan nyieun maneh panghuma....” (Kemudian Sang Mangukuhan menjadi peladang.....). Apa yang tertulis di dalam naskah itu memperlihatkan bahwa kegiatan huma telah ada di tengah masyarakat Sunda sejak lama.


Judistira K. Garna (1984: 28) mengungkapkan bahwa, “huma merupakan cara menanam padi yang penting bagi masyarakat Sunda, yang tekniknya sudah dikenal dan dikembangkan jauh sebelum mereka mengenal penanaman padi dengan sistem irigasi atau persawahan.” Pada periode kuno, mata pencaharian ngahuma menjadi profesi primadona karena pengaturan lahan yang dibutuhkan tidak terlalu memberatkan dan menyulitkan. Lagipula, ketika masyarakat masih berjumlah sangat sedikit, pembukaan hutan tidak terlalu mengganggu ekosistem kehidupan. 


Setelah beberapa tahun, ketika tingkat kesuburan di ladang telah menjadi sangat rendah, maka tempat itu pun akan segera ditinggalkan. Dalam beberapa tahun setelah tidak lagi dihuni, maka lahan yang ditinggalkan tersebut akan kembali menjadi hutan. Bahkan para peladang biasanya akan kembali ke hutan yang dulu sempat mereka buka sebagai lahan untuk bercocok tanam namun telah rimbun karena ditumbuhi banyak tumbuhan. Terkait hal itu, Jacob Sumardjo (2006: 357) menyatakan bahwa sebagai masyarakat perbukitan, masyarakat Sunda memang hidup dari kehidupan perhumaan (ladang).

oleh: Tendi Chaskey 
Penulis adalah Orang Kuningan, Alumnus Intercultural Leadership Camp Programme, Victoria University of Wellington, New Zealand. Saat ini tengah menempuh Program Doktoral


Bersambung ke  Jejak Ngahuma dalam Sejarah Masyarakat Kuningan (Bagian Akhir)


  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Jejak Ngahuma dalam Sejarah Masyarakat Kuningan Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan