Hot News
3 Desember 2022

KLA Ada, Anak Sejahtera?

 



Oleh Nengani Sholihah


Kuningan kembali mendapatkan penghargaan KLA kategori Pratama untuk ke 6 kalinya yang diumumkan oleh KemenPPA secara virtual melalui zoom meeting. Hanya saja masyarakat meragukan penghargaan tersebut. pasalnya  Masih banyak kasus kekerasan  terhadap perempuan dan anak, meningkatnya angka stunting, dan kenakalan remaja. Terlebih penghargaan hanya didapatkan pada kategori Pratama. Artinya tingkat terendah yang didapatkan dalam penghargaan KLA. 


Seperti peristiwa penganiayaan santri di salah satu ponpes baik korban dan pelaku sama-sama anak di bawah umur.  Penganiayaan yang dilakukan oleh senior santri itu menyebabkan korban meninggal dunia. Dua dari tiga pelaku ditetapkan menjadi tersangka. Karena masih di bawah umur, maka mereka tidak ditahan melainkan wajib lapor (okezone.com, 24/11/2022). 


Begitu pun angka stunting yang meningkat di Kabupaten Kuningan. Seperti yang dilansir dari pikiranrakyat.com pada Selasa, 22 November 2022. Angka stunting naik pada periode Agustus 2022 dari 5,35 persen menjadi 6,6 persen. Ditemukan sebanyak 4.798 bayi stunting dari 72.169 bayi yang diukur.


KLA dan tujuannya


Dilansir dari kla.id bahwa definisi dari KLA adalah Kabupaten/Kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Dengan tujuan terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak.


Ada lima peringkat dalam penghargaan KLA kepada kabupaten/kota, yaitu peringkat Pratama, Madya, Nindya, Utama dan KLA. Penghargaan ini diberikan setelah dilakukan evaluasi oleh tim evaluasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), kementerian lembaga dan Tim Independen. 


Ada 31 indikator yang akan dinilai oleh tim yang terbagi ke dalam enam kriteria yaitu penguatan kelembagaan, hak sipil dan kebebasan, hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, hak kesehatan dasar dan kesejahteraan, hak pendidikan dan kegiatan seni budaya, serta hak perlindungan khusus.


Setiap tahun KLA selalu diadakan,  seluruh kota dan kabupaten pun terus berupaya memenuhi indikator yang ditetapkan KLA. Sekilas tampak bagus konsep yang dirumuskannya, namun pada fakta di lapangan tidak berkorelasi dengan konsep mendasar KLA yang ditetapkan terutama dalam pemenuhan hak anak. 


Faktanya KLA hanya fokus terhadap pembangunan pemenuhan kebutuhan anak dari sisi fisik belaka. Misalnya saja Sekolah Ramah Anak (SRA), Puskesmas Ramah Anak (PRA), Pelayanan Akta Kelahiran, Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA), Informasi Ramah Anak, Masjid Ramah anak, dan Forum Anak sebagai wadah partisipasi bagi anak. Ini menjadi indikator baku yang harus dipenuhi kota/kabupaten. Kemudian titik point penilaian utama dari pusat hanya sebatas ketersediaan dari sarana yang menjadi indikator penilaian.


Walhasil, terlihat jelas program KLA hanya konsep teori yang tidak diterapkan dalam melindungi hak anak. Hal ini memperlihatkan bahwa program KLA gaya sebatas pemenuhan administratif. Terlihat tidak adanya keseriusan dalam memecahkan persoalan anak. Sehingga konsep program KLA pun tampak tidak komperhensif.


Hal ini wajar. Karena yang menjadi pijakan konsep ini adalah sistem  kapitalis sekuler. Anak hanya dijadikan objek untuk penilaian. Akhirnya menjadikan segala kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah baik Kabupaten atau Kota akan mengarahkan kepada upaya pemenuhan administrasi untuk mendapatkan penghargaan.


Sejatinya anak bukanlah objek melainkan subjek yang memiliki potensi untuk keberlangsungan hidupnya. Seharusnya pemerintah berupaya mewujudkan pencegahan kekerasan pada anak, membangun ketahanan keluarga seperti pendidikan kepribadian anak, pembinaan agama anggota keluarga, dan pembentukan lingkungan sosial yang melindungi anak demi terjaminnya pemenuhan hak dan perlindungan anak.


Hanya saja, apakah mungkin akan terwujud jaminan pemenuhan hak dan perlindungan anak pada sistem sekularisme?


Sekularisme Liberalisme akar  permasalahan


Berbagai regulasi ditawarkan oleh pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak anak dan perlindungan anak. Bahkan pemerintah telah mengupayakan untuk mewujudkannya. Namun pada kenyataannya hal itu tidak mampu mewujudkan cita-cita dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak.


Masih banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, tingginya angka stunting, dan kenakalan remaja menandakan bahwa KLA hanyalah solusi tambal sulam. Akar permasalahan dalam kasus demi kasus yang terjadi pada anak tidak tersentuh sama sekali. Tidak bisa dipungkiri bahwa sekularisme adalah akar dari persoalan. Karena sekularisme merupakan asas dari sistem pemerintahan dengan menghilangkan peran agama dalam kehidupan yang melahirkan liberalisme di semua aspek kehidupan. Tak ayal jika asas ini hanya berorientasi pada kebebasan semata. 


Dalam pembentukan lingkungan sosial misalnya,  sekularisme memberikan liberalisasi terhadap pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Pasangan di luar nikah bebas melakukan hubungan suami-istri. Bahkan negara yang mengadopsi sekularisme dengan konsep liberalismenya melokalisasi pelaku zina. Dengan alasan pemenuhan hak asasi manusia. Padahal tidak sedikit di lingkungan tersebut anak-anak tumbuh kembang. Aktifitas yang terjadi disekeliling akan terekam oleh memori dan tidak bisa dipungkiri akan berimbas pada rusaknya pandangan hidup anak.


Dengan keadaan seperti ini, akankah terwujud perlindungan anak?


Dari segi ketahan keluarga dalam aspek ekonomi, banyaknya pengangguran yang terjadi akibat pemutusan hubungan kerja karena krisis ekonomi yang melanda dunia. Tidak sedikit dari pengangguran adalah tulang punggung keluarga. Akar permasalahannya adalah penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang meliberalisasi sektor-sektor penting bagi ekonomi negara. Kekayaan hanya berputar di segelintir orang. Pemerintah hanya menjadi regulator bagi kaum oligarki untuk menguasai negeri. Tidak memikirkan beban rakyat yang semakin meningkat.


Dengan keadaan seperti ini akankah terwujudnya kesejahteraan? Bahkan akankah men-zero-kan angka stunting di negeri ini?


Maka jelaslah sekularisme liberalisme adalah akar masalah dari sulitnya mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan anak.


Islam kaffah solusi tepat


Pemenuhan hak anak dan perlindungan anak hanya akan terjamin pada sebuah sistem yang benar-benar menjadikan anak sebagai subjek dengan potensi yang dimilikinya. Sistem ini menjadikan anak sebagai amanah yang harus dijaga, dilindungi, dan dipenuhi segala  kebutuhannya.

 

Sistem ini akan menjalankan fungsi negara sebagai pelayan dan pelindung rakyatnya. Maka orientasinya adalah kesejahteraan, baik untuk anak maupun  masyarakat. Tanpa memandang agamanya selama berada dalam kewarganegaraan.  Sehingga dengan berjalannya fungsi negara, anak akan terjamin tumbuh kembangnya secara sempurna.


Sistem yang dimaksud adalah sistem Islam yang lahir dari Dzat Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Sehingga kesempurnaan aturannya memberikan kesejahteraan masyarakat seluruhnya. Namun tidak akan terwujud sistem tersebut tanpa adanya Khilafah. Karena khilafah yang akan menerapkan sistem Islam secara kaffah. Sehingga segala permasalahan yang dihadapi mampu diatasi  tanpa meninggalkan masalah kembali.


Wallahu alam bishshawab.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: KLA Ada, Anak Sejahtera? Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan