Hot News
4 Maret 2018

Birokrasi Dan Partisipasi Publik

Kang Jaja (Warga Pinggiran Cibingbin)


Sudah bukan “wayah”-nya lagi birokrasi menempatkan dirinya sebagai “pemain tunggal” atas pembangunan daerah. Birokrasi tak bisa lagi sendirian menjalan program-program pembangunan. Karena sesungguhnya birokrasi tidak mampu menjalankan roda pembangunan sendirian. Tanpa kehadiran publik, sesungguhnya pembangunan tersebut hanyalah “menggugurkan” kewajiban penganggaran.

Langkah birokrasi dalam pembangunan dihadapkan pada keterbatasan SDM, anggaran dan ruang gerak yang diatur oleh undang-undang. 

SDM merupakan persoalan serius, apalagi ketika dihadapkan pada perkembangan zaman yang menuntut kompetensi dan profesionalisme, semakin nampak keterbatasan langkah birokrasi dalam pembangunan. 

Belum lagi langkah birokrasi yang diikat oleh Undang-undang pemerintahan publik.

Tentunya ada banyak hal yang tak bisa dijangkau oleh tangan-tangan birokrasi, padahal sesuatu tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk menyelesaikan berbagai masalah kerukunan misalnya, birokrasi memiliki keterbatasan untuk menjangkau inti permasalahan, karena itulah ia membutuhkan para tokoh masyarakat dan publik untuk memperkuat kerukunan.
Partisipasi publik. Itulah spirit yang harus digelorakan oleh para birokrat untuk suksesnya pembangunan.

 Perubahan paradigma dari pemain tunggal menjadi partisipatoris adalah sebuah keharusan di tengah arus perubahan zaman yang terus menunjukkan kemajuan.

 Pembangunan kini tak lagi melulu dilakukan dan dirancang oleh birokrat, oleh pemerintah, akan tetapi membutuhkan partisipasi publik yang luas.

Pembangun zaman now dibangun di atas paradigma partisipatoris. Kehadiran publik dalam bangun rancang pembangunan maupun pelaksanaannya memberi dampak luas terhadap kualitas pembangunan. Kita bisa membayangkan betapa ringannya beban birokrasi jika pembangunan ekonomi misalnya, juga dijalankan oleh kelompok-kelompok kepemudaan, pesantren maupun kelompok masyarakat lainnya. Tentunya itulah tujuan dari partisipasi publik. Karena publik adalah pemilik pembangunan itu sendiri.

Penyakit birokrasi

Penyakit birokrasi itu satu: merasa layak dilayani. Birokrasi dengan paradigma tersebut akan melahirkan program-program serabutan dengan orientasi pada pemenuhan kebutuhan kewajiban penganggaran. Sementara out put dan target pembangunan terabaikan.

Pun, dalam penganggaran, birokrasi dengan semangat “ingin dilayani” akan menjauhkan dirinya dari ruang publik. Tentunya ada ketakutan program-programnya akan dikritisi, atau bahkan digugat publik. Walhasil, program-program tidak tersosialisasikan secara baik. Karena semuanya serba tertutup.

Birokrasi bahkan akan ditempatkan sebagai ladang yang harus menghasilkan keuntungan, bagaimanapun caranya. Inilah yang secara nyata menghambat fungi birokrasi, baik dalam pembangunan maupun layanan publik.

Padahal, birokrasi hadir sebagai manajer, mengatur dan mengelola anggaran demi tujuan mensejahterakan publik dan tercapainya pembangunan.
Memberi Ruang Kreasi
Mendorong partisipasi publik dalam pembangunan dimulai dengan memberi ruang kreasi yang luas terhadap ide dan inovasi publik dalam hal pembangunan. Kekuatan inovasi publik sesungguhnya harus dirangkul dan diadopsi ke dalam sistem rancang bangun program pemerintah daerah.

 Bagaimanapun, setiap ide yang lahir dari publik sesungguhnya adalah suara hati rakyat yang harus direspon secara cepat oleh birokrasi. 

Saya membayangkan jika ruang-ruang publik untuk berkreasi diberi tempat yang layak dalam pembangunan daerah.

Kita akan menyaksikan para generasi muda akan lahir dengan ide-ide progresif, ide-ide yang bertujuan menggerakkan perekonomian. Tentu kita tidak bisa melupakan bagaimana Go-jek dengan kekuatan idenya mampu merevolusi sistem perekonomian secara nasional. Dan bukan hal yang mustahil akan lahir ide-ide progressif di ruang publik yang terbuka lebar bagi setiap generasi.

Kunci utama adalah bagaimana membangun paradigma birokrasi yang berorientasi pada lahirnya ruang-ruang publik yang inovatif. Di sinilah tantangan nyata para birokrat. Ketika birokrasi oleh “sebagian” dianggap lahan mengeruk kekayaan, maka akan menjadi tantangan serius ketika ia harus mendelegasikan program-program pembangunan kepada publik.

Dalam bangun rancang anggaran, maka akan berdampak pada perubahan paradigma penganggaran, yaitu money follow programe, anggaran akan mengikuti kebutuhan program, bukan lagi anggaran dibagi rata untuk setiap seksi atau unit. Di sinilah wawasan para birokrat dituntut terbuka dan responsif dalam memetakan program dan berorientasi pada mendorong partisipasi publik.

Sekali lagi, beranikah para birokrat membuka ruang-ruang publik untuk kreasi dan inovasi? Meski agak pesimis, namun kita meyakini generasi muda yang kini berada dalam birokrasi akan mampu mewujudkannya.

Tidak Berputus Asa

Tidak baik juga jika kita men-generalisir bahwa birokrasi semuanya sama: tertutup dan ingin dilayani.

Saya meyakini lebih banyak para birokrat yang berwawasan global dan berintegritas dibanding birokrat yang selalu ingin dilayani. Hanya jumlah yang banyak tersebut masih sangat minim mengakses kebijakan, artinya mayoritas mereka bukanlah pengambil kebijakan.

Bagi generasi muda berwawasan dan berintegritas, memasuki birokrasi ibarat berada dalam struktur sosial masyarakat yang menerapkan sistem kasta. Masing-masing kasta hanya bisa hidup dalam kastanya, dan tidak dapat melakukan mobilitas vertikal. Inilah yang harus didobrak. Mobilitas vertikal harus berani ditempuh guna mengaktualisasikan ide-ide progresif, ide-ide yang akan membawa perubahan dalam sistem dan budaya kerja. 

Membuat ruang-ruang kecil, atau bisa juga disebut halaqah, untuk melakukan sharing ide dan diskusi adalah pilihan terbaik menuju perubahan paradigma birokrasi. Ruang-ruang tersebut diisi dengan spirit mencari dan memecahkan problematika pembangunan.

Walhasil, jika ruang-ruang kecil dalam tubuh birokrasi sudah terbangun, tentunya akan sangat mudah membangun ruang-ruang publik yang lebih luas. 

Karena kita lahir untuk mencipta sejarah dan menjadi bagian di dalamnya.

Wallahu a’lam.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Birokrasi Dan Partisipasi Publik Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan