Hot News
5 Agustus 2020

Cerpen: Permintaan Terakhir


Ah… Waktu shubuh telah menjelang pagi? Pikirku tak percaya menatap langit dengan awan mendungnya. Dari serambi masjid aku melihat beberapa teman satu kamarku mulai beranjak dari tempat duduknya masing-masing sepertinya mereka bergegas untuk pergi ke kamar, tanpa berpikir lagi tubuhku reflek berdiri, ku angkat mukena bagian bawah hingga sebatas lutut menampakkan celana panjang piyama biru muda kemudian dengan tergesa-gesa dan sesekali berlari kecil aku mendahului mereka yang berjalan beriringan. Seperti sudah tahu maksudku berlari-lari kecil, tanpa dikomando mereka semua berlari mengejar, sorak-sorai di asrama santri putri tidak terelakkan lagi, beberapa santri berteriak menyemangati.

Aku berhasil tiba lebih dulu di depan kamar, sambil tersenyum licik ke arah teman-teman yang terengah-engah kelelahan, segera kusambar handuk di tambang jemuran lalu masuk kamar mandi sambil menahan tawa. Dari dalam kamar mandi aku bisa mendengar mereka mengeluh tentang tingkat kepekaan aku dalam membaca situasi. Ya, seperti biasa aku selalu menang lagi tanpa perlu antri untuk mandi. Haha

Itu sudah menjadi rutinitas di pagi hari, hal kecil yang menyenangkan. Disini aku belajar mengesampingkan keegoisanku, memaknai kemandirian yang sesungguhnya. Tempat ini mengajarkan tentang cara memaknai hakikat hidup yang sesungguhnya, membawa banyak perubahan pada setiap sendi-sendi kehidupan seorang Farah. Perempuan yang memiliki masa lalu kurang baik.

Sebelum masuk pondok, akhlakku sungguh berantakan, diantaranya yang paling parah adalah pernah pacaran. Hingga Allah akhirnya menunjukkan kasih sayang-Nya padaku dengan memperlihatkan betapa bobroknya akhlak orang yang aku pacari. Semenjak itu masa-masa patah hati membuat kuliahku terbengkalai, aku merasa dunia sudah berakhir.

Beruntungnya pada masa itu aku mendapatkan tawaran beasiswa di salah satu pondok pesantren tapi dengan syarat tidak sambil kuliah. Akhirnya dengan tekad yang bulat aku mengambil keputusan untuk berhenti kuliah dan lebih memilih masuk ke pondok tersebut, pondok pesantren Al-Jarbaa.

Pondok pesantren ini, mengharuskan setiap santrinya lulus dengan kompetensi hafalan Al-Qur'an yang mumpuni. Kompetensi yang dimulai dari menghafal tiga baris per hari. 

***

"Farah, setiap pulang dari liburan kamu selalu saja telat datang kesini dan bukan hanya satu atau dua hari kamu terlambat, ini satu sampai dua minggu dari tanggal masuk yang ditentukan oleh pondok. Kejadian ini bukan yang pertama kali, jadi saya berharap kamu bisa menerima keputusan ini" terangnya panjang lebar.

Aku termenung, tak bisa ku sembunyikan kedua bola mataku yang berair menandakan tangisan yang sebentar lagi akan pecah.

“Iya ustadzah tapi saya mohon, saya masih ingin ikut ujian hifdzil satu semester lagi. Saya ingin memperbaiki semuanya sebelum saya pergi. Hanya ini permintaan terakhir saya” kataku dengan nada memelas, bibirku bergetar menahan tangis.

“Tidak bisa! Semua masalah harus clear sebelum ujian kakak angkatan, bulan depan. Nama-nama peserta ujian sudah ditentukan.” Ujarnya dengan nada tegas.

Perih, di ulu dada sebelah kiri kala mendengar bahwa aku ini sebuah masalah yang harus segera diselesaikan.

“Baiklah, saya akan pergi secepatnya dari sini.Maafkan saya jika selama belajar disini saya membuat hal-hal yang tidak menyenangkan” ucapku dengan nada yang aku coba setegar mungkin.

“Iya tentu saja, Nak. Ustadzah pun minta maaf ya jika ada sikap, perkataan dan kekhilafan lainnya selama mengajarimu disini" ucapnya, dingin seperti ekspresinya.

Aku mengigit bibir bagian bawah kala melihat teman-temanku yang sudah menunggu dengan ekspresi penasaran akan hasil keputusan dari masalahku. Aku tak bisa lagi menahan tangis semuanya tumpah-ruah dalam pundak salah satu temanku, menangis yang hanya aku bisa lakukan saat ini. Temanku mempererat pelukannya.

***
Secepat inikah hari berganti? Hari sudah terang ketika aku membukakan mata. Menangis semalaman sama sekali tidak membuat aku lelah.

'Astaghfirullah, aku belum shalat shubuh'. Aku segera beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk berwudhu. 

Tunggu dulu.. Aku merasakan hal yang aneh, kulihat sekelilingku dengan seksama untuk memastikan. Benar kok ini kamarku tak ada yang aneh, bathinku. Tapi, kenapa teman-teman sekamarku menangis? Acara perpisahan masih dua hari lagi. Aku memberanikan diri bertanya kepada mereka:

‘Hei kalian kenapa menangis di kamarku sepagi ini? ada apa?’

Bukannya menjawab mereka malah menangis semakin kencang. Aku menepuk pundak salah satu temanku. Ah ada apa ini? Dia tak teraih oleh tanganku.

Aku mencoba mengeraskan suara bahkan hingga berteriak namun tak ada yang peduli, teman-temanku masih saja sibuk dengan tangisan mereka.

Semakin banyak orang yang mendatangi kamarku dan aku merasa seringan kapas, tak terlihat seperti udara.

Kamar santri. Ditulis ketika selesai tasmikh Juz 27.

Calendula
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Cerpen: Permintaan Terakhir Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan