Hot News
16 Desember 2021

Suka Duka Guru Dalam Pengabdiannya Sebagai Pendidik

Sebuah Tinjauan Terhadap Guru Mengabdi

Kisah Inspiratif Guru Mengabdi Membangun Kuningan MAJU

Judul                : Guru Mengabdi

Kisah Inspiratif Guru Mengabdi Membangun Kuningan MAJU

Pengarang        : Asep Ajat Sudrajat, dkk.
Penerbit
          : Maghza Pustaka, Margomulyo
Tahun terbit
    : 2021

Ketebalan buku: 127 Halaman

 

Cerita inspiratif adalah kisah yang menggugah pembacanya untuk menjadi lebih baik melalui pengalaman penuh inspirasi dari sebuah cerita. Melalui teks cerita inspiratif, pembaca akan mendapatkan pembelajaran moral atau sosial. Tak hanya itu, para pembaca teks cerita inspiratif diharapkan mampu menanamkannya dalam kehidupan.

Lalu apa yang dimaksud dengan inspiratif? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), inspiratif berasal dari kata 'inspirasi' yang berarti ilham. Jadi, teks cerita inspiratif merupakan teks yang berisi cerita baik fiksi maupun pengalaman penulis yang benar-benar terjadi,  yang mampu menggugah inspirasi dan semangat seseorang yang membacanya.

Siapapun bisa mendapatkan ilham atau inspirasi kapan dan di mana saja, dan bisa yang terlihat, terdengar, dan terasa. Jika seseorang melihat sebuah kecelakaan, dongdangan nasi goreng dan pedagangnya tertabrak sepeda motor, misalnya. Tentu orang tersebut akan mengembangkan pikirannya dan membayangkan berbagai persoalan. Kasihan dia baru keluar, belum dapat uang. Kasihan sekali dagangannya ancur. Kasihan sekali keluarganya di rumah, seharusnya menunggu pendapatan malah harus masuk rumah sakit. Dan lain-lain.

Orang yang melihat kejadian tersebut tak mungkin membayangkan bahwa dia sebenarnya sangat berkecukupan. Dia punya usaha lain yang lebih dari sekedar tukang nasi goreng. Dia berdagang nasi goreng hanyalah pengisi waktu luang, juga sebagai tambahan pendapatan, di samping hobi. Lalu orang-orang juga sudah terbiasa menghujat si penabrak dengan tuduhan; ngebut tanpa aturan, membawa motor sambil mabok, dll., dan pasti hanya tahu bahwa si pengendara adalah orang yang berkecukupan, yang harus bertanggung jawab atas kejadian tabrakannya. Orang yang melihat tersebut tak mungkin pula membayangkan bahwa si penabrak adalah orang yang miskin, sepeda motornya pinjaman, dia terburu-buru karena istri di rumah mau melahirkan dengan keadaan menghawatirkan, sementara keadaan ekonominya sangat susah.

Dari peristiwa tersebut seorang penulis dapat mengembangkannya menjadi dua cerita (dua judul) dengan inspirasi (ilham) “dongdangan nasi goreng dan pedagangnya tertabrak sepeda motor”, (1) menceriterakan nasib tukang nasi goreng dan keluarganya; (2) menceriterakan nasib si penabrak yang harus bertanggung jawab, dan penulis melukiskan dia sebagai orang yang berkesusahan.

Itulah yang dimaksud isnpirasi atau ilham dalam sebuah cerita.

Lalu bagaimana dengan tema “Kisah Inspiratif Guru Mengabdi Membangun Kuningan MAJU?” Hal ini dapat dimungkinkan menjadi dua terjemahan. Yang pertama penulis menceriterakan seorang guru yang mampu memunculkan inspirasi yang hebat dan tepat dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, dan yang kedua adalah guru itu sendiri mampu menciptakan inspirasi ketika melaksanakan pembelajaran di kelas. Hal tersebut mengingat bahwa Kata inspirasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kamus versi online/dalam jaringan), inspirasi /in·spi·ra·si/ n ilham; menginspirasi/meng·in·spi·ra·si/ v menimbulkan inspirasi; mengilhami: mudah-mudahan acara historis itu dapat ~ kita untuk tujuan yang lebih mulia dan besar;. Dapat dikatakan bahwa kata inspirasi bemakna ilham, kemudian kata ilham diberi akhiran -if bermakna bersifat. Sehingga arti kata inspratif adalah yang mampu memberi insprasi atau ilham. Selanjutnya kata guru yang inspiratif bermakna guru yang mampu memberi inspirasi atau ilham. (A. Syalaby Ichsan, REPUBLIKA.CO.ID)

Contoh peristiwa kecelakaan, dongdangan nasi goreng dan pedagangnya tertabrak sepeda motor di atas dapat pula dijadikan inspirasi oleh guru. Misalnya seorang guru ketika mau berangkat ke sekolah secara kebetulan melihat peristiwa tersebut. Bagaimana seorang guru PKN menginspirasi peristiwa itu dalam materi sila kedua? Bagaimana seorang guru agama menerapkannya dalam pelajaran Agama? Demikian pula guru mata pelajaran lainnya. Seorang guru Penjaskes tentu akan menerapkannya dalam materi pertolongan pertama pada kecelakaan. Guru IPS akan mengajarkan bagaimana bersikap sosial kepada korban kecelakaan, dan guru agama tentu saja mengajarkan kepada anak didiknya agar selalu memberikan doa untuk orang yang terkena musibah. Dengan demikian maka pendidikan karakter akan dapat diterapkan secara nyata.

Dalam Guru Mengabdi terdapat 18 judul karangan dari delapan belas penulis yang kesemuanya adalah guru─mulai dari guru Kober/PAUD, guru TK, guru SD, SMP, dan juga SMA. Hampir semua karya berupa kisah pribadinya yang merupakan bagian dari autobiografinya. Dalam Linimasa Sang Pengabdi, Asep Ajat mengisahkan bahwa, “... Di sela-sela itu, istri mengisi hari-harinya dengan mengajak anak-anak kecil usia 3-6 tahun untuk belajar, bermain di rumah. Pengalamannya sebagai guru TK di Jakarta yang dititi karirnya mulai tahun 2008 membuatnya lebih menghayyati perannya, meski pada saat itu tidak ada pungutan biaya apa pun.” (Guru Mengabdi, 2021 : 3). Kegiatan mengajak anak-anak kecil usia 3-6 tahun untuk belajar Asep Ajat dan istrinya terinspirasi oleh istrinya, Cucu Cunayah yang pernah mengajar di TK, di Jakarta. Jadi bukanlah inspirasi Asep Ajat ketika sedang melaksanakan pembelajaran. Namun demikian ini patut diacungi jempol, karena kedua pasangan suami istri ini telah mampu membangun sebuah lembaga pendidikan setingkat PAUD di tempat tinggalnya.

Taryuni dalam Anak Petani Lulus S2 sepertinya ingin berbicara tentang “Kisah orang tua tidak tamat SD tapi berhasil menyekolahkan anaknya hingga S2 ...” (Guru Mengabdi, 2021 : 13) dalam kalimat pertama dan paragraf pertama membuat pembaca penasaran─bagaimana kiatnya? Namun paragraf-paragraf berikutnya adalah kisah keberhasilan Taryuni sendiri yang memiliki semangat pantang menyerah dalam menapaki jenjang pendidikan hingga dapat lulus S2. Adapun Suleha dalam “Menjemput Pahala” bercerita tentang keikhlasannya dalam menempuh tugasnya sebagai Kepala Sekolah yang menurutnya cukup jauh antara tempat tinggal dan tempat kerjanya.

Dalam Nining Rohini, “Mengabdi Dan Menghidupi Adalah Panggilan Hati” dilukiskan perjalanan seorang Nining Rohini dalam pengabdiannya menjadi seorang pendidik. Mohamad Sidik mengisahkannya mulai dari awal menjadi tenaga honorer selama 20 tahun sampai mendapatkan SK THL, bahkan lengkap dengan pekerjaan tambahan Nining. Ini artinya Mohamad Sidik terinspirasi oleh Sang guru tersebut. Betapa keprihatinan Nining begitu mengundang perhatiannya sehingga menjadi buah pikiran penulis untuk diangkat menjadi sebuah cerita. Mohamad Sidik melukiskan pula keuletan Nining dalam meniti kehidupannya, yang selain menjadi guru honorer, ia juga berjualan telor asin, ikan, kerupuk, dan lain lain untuk menambah penghasilannya─karena ia juga sudah lama ditinggal suami. Dikisahkan pula bahwa Nining adalah seorang wanita yang aktif di masyarakat sehingga patut dicontoh oleh rekan-rekannya. Namun tidak ditemukan bagaimana Nining mendapatkan inspirasi yang mampu membuat anak didiknya betah dalam suasana belajar. Akan tetapi keteladanan Nining terletak pada keuletannya dan pantang menyerah.

Dari kedelapan belas penulis 13 diantaranya hanya mengisahkan nasib dan kesuksesan pribadinya. Asep Sudiana yang lebih dikenal sebagai penulis puisi (Indonesia, Sunda) kali ini mencoba menulis cerita dalam “Dua Sejoli Abdi Negeri Sepenuh Hati”. Dan ia menceritakan kisah Pa Arkam─guru SD Negeri Suganangan, dan Ibu Rohanah, istrinya yang menjadi guru di SD Negeri 2 Ciawilor. Asep Sudiana mengagumi mereka berdua. Adapun Maman, M.Pd. dalam kisahnya “Dari Kuningan Untuk Indonesia”, pula tidak ditemukan inspirasi tentang kesuksesannya dalam memeberikan materi pembelajaran. Sepenuhnya hanya menceriterakan bagaimana dia sukses menjadi penulis buku pelajaran (Buku Paket). Walaupun nampaknya ada sedikit kekeliruan. “Bagi saya, tawaran menulis dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikburistek itu merupakan anugrah Tuhan yang tak terhingga nilainya.” (Guru Mengabdi, 2021 : 31)

Maman merasa bangga ketika ditawari menulis buku paket Bahasa Indonesia oleh Jajang, guru SMA Negeri 5 Bandung untuk program Pusat Kurikulum. Maman lupa bahwa sebelumnya sudah menulis (bersama tim) buku pelajaran Bahasa Indonesia di Penerbit Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, penerbit nasional terkemuka yang sudah berdiri sejak tahun 1958. “Sebelum mendapat tawaran yang menjanjikan ini, saya pernah menulis buku paket Bahasa Indonesia untuk SMA kelas X, XI, dan XII yang diterbitkan oleh PT Tiga Serangkai Solo.” (Guru Mengabdi, 2021 : 28). Dari sinilah kebanggaan dimulai─untuk Dari Kuningan Untuk Indonesia adalah di TS, karena bisa jadi Jajang pun mengajak Maman adalah setelah melihat dan membaca karyanya dari bubu yang diterbitkan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Apa pun imajinasi dan buah pikiran Maman tentu harus diacungi jempol, sekalipun dalam Dari Kuningan Untuk Indonesia tidak ditemukan inspirasi dalam pembelajaran.

Adalah Lia Lugiawati, S.Pd. dengan “Buah Kesabaran Guru PAUD”  yang cukup mencuri perhatian. Lia telah sukses mengemas buah pikirannya dalam bentuk cerpen, bukan biografi atau autobiografi. Inilah calon cerpenis asal guru PAUD.  Cerpenis handal masa depan.

....

Saya menyapa dan meraih tangan anak kecil itu yang masih memegang ujung baju neneknya.

“Selamat pagi? Siapa namamu nak?”

Anak manis itu tak menjawab, malah tambah pegang erat tangan neneknya.

“Inay, bu guru nama panggilannya, ayo salim cu.” Jawab neneknya, sambil menyuruh Inay, dan Inay pun meraih tangan saya yang masih terlihat malu-malu.

.... (Guru Mengabdi, 2021 : 38)

Kreatif dan imajiner. Itulah yang patut disematkan untuk Lia. Bukan hanya itu, Lia berhasil melukiskan Ibu guru Lia yang sabar, lembut, dan familier─bisa menjadi ibu, kakak, dan bisa pula menjadi sahabat.

....

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, tepat satu bulan inay belum ada perubahan, Inay masih tetap ditunggui neneknya si kelas, bila kegiatan berdoa, bernyanyi tidak pernah mau mengikuti dan herannya anak manis ini tak pernah dengar suara atau bicara juga terlihat main sama teman-temannya di waktu jam istirahat. Tak ada senyum, anak manis ini dingin sekali. Hanya mengerjakan tugas sederhana yang tidak mengeluarkan suara seperti melipat, membentuk plastisin, meniru bentuk garis, menciptakan bentuk dari balok, meniru gerak, baru Inay mau mengerjakannya.

.... (Guru Mengabdi, 2021 : 39)

Demikian Lia melukiskan tokoh Inay, anak dingin dan pendiam─murid Bu guru Lia. Terdapat inspirasi yang cukup kuat ketika cuaca mendung yang lalu turun hujan di sekitar sekolah─TK Tunas Bangsa II Cigadung. Waktu itu pembelajaran seharusnya di ruang terbuka, namun Bu guru Lia memindahkannya ke ruangan kelas serta mengajak anak-anak didiknya. Tehniknya cukup jitu. Dengan sabar Bu guru Lia terus membimbing parasiswa termasuk Inay, sehingga akhirnya

....

“Aku bu guru.”

Suara yang lembut terdengar di samping saya, Inay mengacungkan tangannya beranjak ke depat. Sungguh hari itu hari yang paling bahagia untuk saya, tentunya rasa sabar dan harapan saya berbuah manis pada waktunya.

“Inay ... hebat, ayo nak ambil gambarnya.” Saya sambut dengan mengusap kepalanya.

.... (Guru Mengabdi, 2021 : 41)

Lain halnya dengan Yiyin Chendraeni, S.Ag. yang menjadi “aku” dalam “Takdir Itu Indah”. Di sini “aku” yang semula selalu bimbang dalam cita-citanya. Semula “aku” terkesan dengan Ibu gurunya ketika di sekolah dasar sehingga ia tertarik untuk menjadi guru, namun kemudian ketika di SMP “aku” tertarik pula untuk menjadi perawat. Dia terkesan dengan perawat yang merawat ibunya ketika dirawat di rumah sakit. Kebimbangan pilihan itu berlanjut hingga ke SMA, dan ia tertarik ingin menjadi ahli tehnik yang nantinya dapat bekerja di pertambangan. Namun akhirnya “aku” harus menuruti saran dan kehendak orang tuanya sendiri yang menjadi guru. “Aku” akhirnya kuliah di Prodi Pendidikan, untuk kelak menjadi guru─sebagaimana inspirasiku ketika sekolah di SD. Itulah kisah pembuka dari seorang Yiyin dalam kisahnya. Lalu bagaimana setelah menjadi guru? Ternyata Yiyin mampu menerapkan ide-idenya dalam rangka mencerdaskan anak, dan bukan hanya anak menjadi cedas, tetapi juga berkarakter.

Yiyin menginspirasi dirinya dalam pembimbingan kepada anak didiknya agar mereka memiliki karakter yang kuat, khususnya religius. Yiyin bukan hanya mengajar yang harus terpaku dengan kurikulum (KIKD), akan tetapi mewarnainya dengan berbagai tehnik dan pendekatan manusiawi. “Awal mengajar dengan rasa pedenya mungkin kita dapat saja merasa lebih tahu dari siswa dan lebih berhak untuk memerintah atau menyuruh anak dengan gaya bahwa kita lebih tua dari mereka padahal mungkin itu akan membuat anak justru merasa melakukan tugas yang kita perintahkan. Dan gaya seeperti itu harus diubah bagaimana caranya agar anak-anak dengan kesadaran sendiri mau melaksanakan tugasnya. Inilah yang coba kita lakukan. Merubah kalimat menyuruh menjadi mengajak. Salah satu cara penerapannya yakni penerapannya dalam acara rutin sepekan yang biasa kami lakukan yakni di hari Kamis dengan sebutan KAMIS FATHONAH.” (Guru Mengabdi, 2021 : 74)

Lain Yiyin lain pula Lina Hernawati. Kalau Yiyin di awal cerita ada kegalauan dalam memilih cita-cita, Lina Hernawati, S.Pd., M.Pd. berkisah dalam “Sebuah Pembuktian” tentang kegalauannya dalam meniti kariernya. Lina mengajar di SMKN. 3 Kuningan dengan mata pelajaran IPA Biologi, Lina merasa terancam dalam pengampuannya karena sekolah tersebut menghilangkan mata pelajaran itu. Lina dengan sabar mencari sekolah lain untuk perpindahan tugas, sampai akhirnya diterima di SMAN 1 Luragung. Di sinilah Lina mulai tenang melaksanakan kewajibannya sebagai guru dengan mata pelajaran biologi sesuai dengan pengampuannya. Sampai suatu ketika

..., “kira-kira di kelas kalian ada yang gak ikut study tour gak ya ..., ada bu ...” kebetulan di kelas yang aku singgahi satu kelas hampir sepertiganya tidak mengikuti study tour.

“wah kenapa ya, kok gak ikut!”

“Gak punya uang bu... oh gitu, baik deh kalau begitu, kira-kira siapa yang mau ikut tournya belajar sama ibu tapi nantinya lomba, tersipu malu-malu, sedikit senyuman mereka tipis-tipis, ayo... siapa” sambil tatapanku tertuju ke siswa, dia Namanya Sri Novianti, aku tanya, “ .... (Guru Mengabdi, 2021 : 82)

Lina terinspirasi dari keadaan siswa yang terpaksa tidak ikut study tour karena terganjal pembiayaan. Lalu Bu guru Lina mengajak siswa ke ajang lomba tentang fisiologi dan anatomi manusia yang diselenggarakan oleh Jurusan Keperawan, STIKU. Ada trenyuh dalam hati namun Lina tidak memperlihatkan roman keprihatinan. Pasalnya parasiswa yang diajak lomba adalah mereka yang secara ekonomi cukup lemah, sehingga tidak ikut study tour. Dan, Bu Lina menghiburnya dengan study belajar untuk dipersiapkan ke ajang lomba.

Dikisahkan bahwa ternyata keikutsertaannya membuahkan hasil. Sri (anak didiknya) berhasil menjadi juara ke-2 lomba itu. Tentu saja ini merupakan buah dari kesabaran, keuletan, serta semangat yang dimiliki.

Aning Suhaeni dalam “Muridku Sayang Muridku Malang” boleh jadi gagal dalam menyelamatkan Siti Susi Susilawati, anak didiknya yang anak dari seorang ibu yang menderita gangguan jiwa. Dikisahkan bahwa ada trauma yang diderita ibunya Susi semenjak ditinggalkan almarhum suami keduanya. Hal itu bermula dari perpecahan rumah tangganya dengan suami pertama. Mereka bercerai dan hak asuh anaknya jatuh ke tangan bapaknya─mantan suaminya. Dikisahkan semenjak suami keduanya meninggal Sang ibu tidak mau jauh dari Susi, anak keduanya dari suami kedua. Bukan hanya di rumah, ke sekolahpun bahkan sampai harus ikut masuk ke ruang kelas─duduk sebangku bersama Susi.

Aning terus berusaha membujuk ibunya Susi agar tak ikut masuk ke dalam kelas, dan lama kelamaan berhasil ibunya Susi tidak lagi mengikuti anaknya masek kelas, ua menunggu di luar kelas atau kadang-kadang di kantin. “... Ketika istirahat Aku selalu mencoba mengajak ngobrol Ibunya merayunya agar jangan ikut ke kelas. Rayuanku ternyata berhasil, esok harinya Ibunya tidak ikut masuk ke kelas, dia menunggui anaknya di luar kelas kadang ia menunggu di kantin.” .... (Guru Mengabdi, 2021 : 97)

Perjuangan Aning membimbing Susi ternyata terjegal oleh datangnya wabah covid 19, pembimbingan pun dilakukan dengan mendatangi rumahnya karena semua sekolah tidak boleh melaksanakan tatap muka. Walaupun demikian Susi bisa naik ke kelas enam. Pada akhir kisah Susi, dikabarkan bahwa ia tidak dapat melanjutkan sekolahnya karena sakit kejiwaan ibunya semakin parah.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa ke-18 kisah hanyalah merupakan kisah pribadi, tentang keluh kesah, tentang kebanggaan, dan tentang harapan. Belum nampak inspiradi guru yang mampu menumbuhkan semangat belajar bagi para siswa. Namun patut diacungi jempol untuk karya Lia Lugiawati, S.Pd., Yiyin Chendraeni, S.Ag., Lina Hernawati, S.Pd., M.Pd., dan Aning Suhaeni, S.Pd.I. Mereka telah mampu menginspirasi dirinya dalam membimbing para siswanya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tata tulis dan redaksional─terkait dengan ejaan dan pola kalimat, struktur kata, dan struktur kalimat.

 

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Suka Duka Guru Dalam Pengabdiannya Sebagai Pendidik Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan