Hot News
17 Oktober 2023

Yanuar Prihatin, Wakil Ketua Komisi 2 DPR RI FPKB Merespon Putusan MK

 Sepanjang belum ada perubahan UU Pemilu, PKPU harus berpegang pada UU yang berlaku



Suarakuningan.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini terkesan sangat dipaksakan, seperti mencari celah untuk akomodir cawapres tertentu. Kepentingan politik terasa lebih kuat ketimbang supremasi hukum.


Batas usia minimal 40 tahun sama sekali tidak diatur dalam konstitusi. Bahkan syarat-syarat lain pun bagi capres dan cawpares  tidak ditegaskan dalam konstitusi. Ini artinya, konstitusi menyerahkan semua soal ini kepada pembuat undang-undang, yaitu DPR dan Pemerintah.


MK memang tetap mempertahankan usia 40 tahun bagi capres dan cawapres sebagaimana diatur dalam UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Namun dengan menambahkan alternatif sebagai norma baru menjadi jelas posisi MK bukan lagi penjaga konstitusi tapi sudah tergelincir dalam kompetisi politik.


Putusan MK menyebutkan bahwa syarat capres/cawapres "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah." Pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemiliihan umum dan pemilihan kepala daerah adalah norma baru yang tidak pernah diatur dalam UU Pemilu.


Ini bentuk kreatiiftas berpikir yang kebablasan sehingga terkesan dipaksakan. Maka wajar saja tidak semua hakim MK menyetujui bulat putusan ini karena dianggap "aneh" dan "di luar nalar." 4 hakim menolak, dan 5 hakim setuju. 2 hakim yang setuju itupun membatasi kepala daerah yang dimaksud hanya selevel gubernur, bukan bupati/walikota.


MK melampaui kewenangannya soal syarat capres/cawapres yang menjadi kewenangan pembuat undang-undang. Ini preseden buruk bagi kewibawaan dan kehormatan MK.


Namun jangan lupa Putusan MK ini bersiifat final dan mengikat, sehingga tidak ada pilihan harus dilaksanakan. Hanya saja, putusan ini memerlukan revisi UU Pemilu untuk menjadi pedoman KPU dalam pendaftaran capres/cawapres.


Waktu sudah sangat mepet. Pendaftaran capres/cawapres dibuka tanggal 19-25 Oktober 2023. Kemungkinan besar mekanisme perubahan UU Pemilu akan ditempuh melalui Perppu.


Sepanjang belum ada perubahan UU Pemilu, maka Putusan MK tersebut belum bisa dijadikan acuan. Maka, KPU sebaiknya tetap berpedoman pada UU yang masih berlaku.***


  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Yanuar Prihatin, Wakil Ketua Komisi 2 DPR RI FPKB Merespon Putusan MK Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan