Oleh: Sumiati
Aktivis Dakwah Muslimah
Dunia santri kini sedang berduka. Kali ini kabar duka datang dari Ponpes Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pasalnya, Ponpes empat lantai yang biasa digunakan untuk aktivitas sehari hari oleh para santri tiba- tiba ambruk saat mereka sedang melaksanakan sholat ashar berjamaah pada tanggal 29 September 2025 lalu, sehingga mengakibatkan sebanyak 67 orang meninggal dunia termasuk delapan potongan tubuh serta 104 orang selamat (Detik News).
Ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny tersebut disinyalir karena beberapa faktor diantaranya:
Pertama, beban melebihi kapasitas.
Desain bangunan tidak mampu menahan beban tambahan, serta beton cor yang belum kering atau penambahan beban setelah konstruksi.
Kedua, material tidak berkualitas.
Penggunaan material yang buruk, tidak sesuai standar atau kualitas bahan bangunan rendah dapat melemahkan struktur bangunan.
Ketiga, kelemahan pondasi. Pondasi yang tidak kuat tidak mampu menahan beban struktur di atasnya, sehingga menyebabkan keruntuhan.
Keempat, kesalahan konstruksi. Kesalahan dalam pelaksanaan pembangunan baik pada desain maupun proses pengerjaannya dapat menyebabkan kegagalan struktural.
Tragedi runtuhnya bangunan Ponpes Al Khoziny tidak bisa diabaikan. Di tengah pesatnya jumlah Ponpes setiap tahun, izin mendirikan bangunan (IMB) bukan sekedar urusan administratif, melainkan bentuk perlindungan negara bagi ribuan santri yang menuntut ilmu di dalamnya.
Dari total 42.433 Ponpes yang ada di Indonesia, hanya ada 50 Ponpes yang tercatat mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB).
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa kebanyakan saat ini biaya pembangunan Ponpes hanya mengandalkan donatur dari para wali santri itu sendiri dan itu pun terbatas. Padahal, membangun sebuah Ponpes tidaklah membutuhkan dana yang sedikit. Selain faktor dana, bahan yang berkualitas dan juga ahli bangunan yang berpengalaman sangat mempengaruhi kokoh tidaknya suatu bangunan. Karena jika biaya minim dan pengerjaan bangunan asal-asalan walhasil yang terjadi bangunan akan cepat ambruk dan menelan korban jiwa seperti yang dialami Ponpes Al khoziny.
Dalam hal ini, peran negara sangatlah dibutuhkan dalam penyediaan fasilitas pendidikan. Namun, faktanya peran negara dalam penyediaan fasilitas pendidikan sangatlah mandul. Tanggung jawab menyediakan fasilitas pendidikan dibebankan kepada rakyat.
Negara tidak serius menangani masalah pendidikan, terbukti dengan banyaknya fasilitas pendidikan baik itu Ponpes maupun sekolah-sekolah umum lainnya yang ada di wilayah Indonesia, banyak yang mengalami kerusakan parah dan bangunan sekolah yang hampir roboh bahkan sudah roboh.
negara saat ini hanya menjamin kesejahteraan para pejabat anggota DPR dengan tunjangan yang fantastis. Sedangkan anggaran pendidikan sangatlah minim. Padahal generasi yang cemerlang dan berkualitas akan didapat salah satunya dari kenyamanan fasilitas pendidikan yaitu dengan tersedianya bangunan sekolah yang layak .
Dalam pandangan Islam, Negara berkewajiban sebagai Raa'in (pengurus rakyat). Islam mewajibkan negara menyediakan fasilitas pendidikan dengan standar keamanan kenyamanan dan kualitas yang baik.
Rasulullah SAW bersabda: "pemimpin adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya"
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam sistem islam, pendanaan fasilitas pendidikan diatur dalam sistem keuangan Baitul mal. Sehingga seluruh anak bisa merasakan pendidikan gratis.
Negara bertanggung jawab penuh terhadap fasilitas pendidikan tanpa membedakan sekolah negeri atau swasta.
Semua itu hanya akan terwujud dalam sistem syariah Islam dalam naungan khilafah. Sudah saatnya kita kembali pada sistem Islam sebagai rahmatan Lil 'alamin.
0 comments:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.