Hot News
11 April 2018

Cerpen: "Pisau Kematian"



Kerlingan mata menyiratkan bahwa orang tersebut merasa dirinya tak mampu untuk menatap lagi ke arah sana. Seseorang sedang tersungkur bertengger di sisi tembok yang dingin.

Semua telah habis dan semua telah selesai, mereka tak bisa berkata apa-apa lagi untuk saling menguatkan. Tak ada yang butuh kekuatan dari sesuatu hal seperti cakrabirawa, mereka terbutakan oleh kekuatan aneh sampai diri sendiri dikorbankan sebagai gantinya. 

          Mata terpejam  perlahan sehingga mereka terbutakan oleh pilu yang keramat.
Tak ada habisnya untuk bisa memiliki hal yang bukan hak mereka, kali ini Kabir mencoba bangkit walau tubuhnya sudah hampir mati rasa. Sudra menatapnya penuh marah, lalu dengan kekuatan yang masih tersisa dia menjenggal Kabir dan untuk kedua kalinya Kabir tersungkur.

Mungkin sampai mereka tak berdaya, cakrabirawa itu akan selalu berdiri kokoh diatas sana.
         Malam purnama begitu dingin sampai menusuk tulang-tulang Kabir dan Sudra. Mereka tak henti saling menatap dengan penuh amarah. Tak ada yang bangkit lagi kali ini, keduanya tergeletak lemah di ubin penuh darah.
Cakrabirawa seolah berbisik. Ayo bangkit, bawa aku dan kau adalah pemenangnya. Bisikannya seolah menyihir Kabir dan Sudra untuk bangkit, tapi apa daya tubuh mereka linu dan lemah. Sudra perlahan menyeret kakinya untuk sampai di cakrabirawa, tapi Kabir malah melempar batu besar yang ada di dekat tangannya ke arah Sudra. 

Kretak!!! tulang kaki Sudra patah akibat lemparan batu Kabir. Sudra mendengus kesal dan mencoba meraih batu tersebut. Tangan kiri Sudra yang sudah patah ketika mereka berkelahi habis-habisan masih bisa menggenggam batu itu dan melemparkannya ke arah Kabir, sayangnya batu itu melenceng dan tak mengenai kaki Kabir.
          Kabir tersenyum sinis penuh kemenangan, dirinya merasa sedikit unggul dalam hal tadi. Sudra kesal dan meludahi lantai dengan ludah yang penuh darah.
Kau tak akan bisa memiliki cakrabirawa sebelum aku mati! Murka Sudra. Kabir menatap rendah Sudra.
Kau tak akan bisa lagi berjalan, apalagi berdiri. Cihhh (Kabir meludah) Kita lihat siapa yang akan membawa cakrabirawa. Jawab Kabir sombong.
         Sejak awal banyak orang yang menginginkan cakrabirawa dan sudah sejak dulu juga cakrabirawa menelan korban ketika mereka ingin memilikinya. Cakrabirawa sudah puluhan tahun berada di sebuah rumah tua, hutan belantara menutupi rumah yang konon adalah kediaman Mahadewa Kresna. Kabir sejak lama menginginkan kekuatan luar biasa, malam itu tanggal 14 purnama dia berjalan sendirian ke hutan tanpa memberitahu siapapun orang di rumah. Sementara Sudra sudah berada di depan rumah tua tersebut, senyumnya mengembang ketika melihat pisau cakrabirawa memancarkan cahaya silaunya.
Aku tahu aku yang akan memilikimu. Cakrabirawa, hahahaha. Tawa puas dari wajah Sudra. Kabir mendengar suara tawa seseorang dari dalam rumah karena dia baru saja sampai dan langsung masuk dengan wajah murka ketika melihat Sudra memegang pisau cakrabirawa.
Lepaskannn!!! Cakrabirawa bukan milikmu, aku yang sudah menginginkannya sejak dulu. Teriak Kabir tersulut emosi.
Aku yang mendapatkannya duluan. Dan cakrabirawa adalah milikku sekarang. Teriak Sudra tak kalah emosi.
Mereka berkelahi sampai terkulai lemas di ubin yang keras dan tak kuasa berdiri untuk mengambil cakrabirawa.
          Keesokan hari, mata mereka terbuka perlahan dan rasa nyeri menjalar sekujur tubuh mereka. Kaki dan tangan Sudra sudah tak bisa digerakkan, tubuhnya tak berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan Kabir mencoba bangkit perlahan, walau matanya kiri Kabir berdarah tanpa henti sejak kemarin.
Aku yang akan memiliki cakrabirawa itu. Ucap Kabir dengan segala kekuatan. Sudra tak bisa hanya diam melihat Kabir berjalan tertatih ke arah cakrabirawa, dia menyeret tubuhnya perlahan dan mendekap kaki Kabir supaya tak melangkah lagi.
Hentikan, cakrabirawa itu milikku, sebelum aku mati kau tak akan memilikinya. Ujar Sudra bersikukuh.
Lepaskan..! Kau tak akan bisa memilikinya, aku yang akan memilikinya dan kau akan kubunuh nanti. Ancam Kabir murka.
         Tak ada yang mengalah Kabir tetap mendekap kaki Sudra dan dengan susah payah Sudra terus berjalan ke arah cakrabirawa. Darah terus mengotori ubin rumah tua, bersatu dengan debu dan sarang laba-laba membuat semuanya nampak mengerikan. Satu langkah lagi Sudra hampir menggapai cakrabirawa, dan Kabir tak ingin Sudra yang mendapatkannya.
Grepppp. Cakrabirawa berhasil digenggam oleh tangan Sudra, dia tertawa puas dan langsung melirik ke arah Kabir.
Sekarang saatnya kau mati dan aku yang memiliki pisau ini. Senyum dingin terpancar dari wajah Sudra, tatapannya buas dan menerkam Kabir seolah dia yang berkuasa sekarang.
Jangan.. Jangan bunuh aku. Aku rela jadi anak buahmu saja. Pinta Kabir memelas.
Tak ada gunanya lagi kau meminta padaku. Bles bles bles Sudra menancapkan pisau di bahu Kabir beberapa kali, Kabir melengking menjerit, sungguh menyakitkan.
Terakhir Sudra menancapkan pisau ke perut Kabir sehingga tak ada lagi jeritan yang keluar dari mulut Kabir.
Hahahahahaha, sekarang akulah pemilik resmi pisau cakrabirawa. Tak ada yang bisa mengalahkanku di dunia ini. Sudra mengacungkan pisau cakrabirawa dan tiba-tiba terdengar suara petir menyambar-nyambar di atas rumah tersebut. Tiba-tiba angin berhembus kencang dan bayangan gelap berdiri tepat di belakang Sudra.
Kau. Manusia durjana, mengorbankan saudaramu sendiri demi cakrabirawa. Bisiknya pelan namun menggelegar. Sudra mulai ketakutan karena angin begitu kencang sehingga dia tak bisa berdiri kokoh lagi, dia berbalik lalu mendapati bayangan hitam itu berubah menjadi besar dan tertawa keras sekali sampai telinga Sudra berdarah mendengar suaranya.
Siapa kau? Aku tidak takut padamu, karena sekarang aku punya pisau cakrabirawa. Semua orang akan tunduk padaku, termasuk kau. Teriak Sudra bergetar, lagi-lagi bayangan gelap itu tertawa keras.
Mana tunjukan kalau kau sudah menguasai cakrabirawa itu? Tantang suara tersebut seolah melecehkan. Sudra bergetar, dia merasa takut jika kali ini pisau cakrabirawa tak menurut padanya.
Ayo bunuh aku dengan pisau itu. Tantangnya lagi.
          Sudra kelelahan karena tak bisa mengenai sedikitpun bayangan gelap tersebut, pisaunya tembus tidak melukai bayangan tersebut.
Tak ada yang bisa kau perbuat dengan hanya mengandalkan pisau cakrabirawa, sebentar lagi dia akan mengamuk dan membunuhmu. Murka bayangan hitam
Ini miliku. Dan pasti pisau ini akan menurut padaku. Ayolah cakrabirawa kalahkan bayangan gelap itu. Namun apa yang terjadi pisau cakrabirawa terlepas dari genggaman Sudra dan menghantap ke bahunya berkali-kali.
Ahhhhhhhh, kenapa kau melukaiku cakrabirawa. Teriak Sudra menjerit. Angin semakin kencang ditambah petir yang menyambar-nyambar. Pisau cakrabirawa mengamuk, melukai setiap tubuh Sudra dengan penuh keganasannya. Suara pilu Sudra yang semakin lama semakin pelan akhirnya berhenti seketika dan langsung tergolek naas di ubin.
         Pisau cakrabirawa kembali ke tempatnya, sedangkan bayangan hitam yang tak lain dan tak bukan adalah Maha dewa Kresna, menatap sendu rumahnya, darah berceceran dimana-mana. Bau anyir menyengat dan banyak barang-barang yang rusak. Angin berhenti, Maha dewa Kresna merasa sedih karena manusia tamak masih saja mengincar pisau cakrabirawanya.
Ketahuilah. Cakrabirawa hanya akan diambil oleh anakku yang belum lahir. Desah Maha dewa Kresna kemudian menghilang.
          Kabir dan Sudra tergolek bersama para mayat lainnya. Keduanya sama-sama kalah dan tak ada satupun yang bisa memiliki pisau cakrabirawa.***

Tentang Penulis:
Saya hanyalah seorang gadis yang lahir dua puluh tahun silam, yaitu hari minggu 29-12-96, bercita-cita menjadi seorang guru dan penulis. Nama  lengkap saya Mirnawati, saya lebih suka ketika di setiap karyanya tertera nama Mirna W. Saya tinggal dikota Kuningan,  Jawa Barat, email saya Mirnabasyasya@gmail.com dan FB Mirna Cloew dan Ig saya @Mirna7643. Terima kasih.
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Cerpen: "Pisau Kematian" Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan