Hot News
19 Mei 2018

Kenapa Harus Mayoran?


Mayoran berasal dari bahasa Jawa yang artinya “makan bersama”. Di dunia pesantren, khususnya pesantren salaf atau kombinasi salaf-modern, mayoran sudah menjadi tradisi atau bahkan ”ritual wajib” pada hari-hari tertentu, misalnya seusai acara jamiyyah kamar atau setelah ujian semester berakhir.

    Mayoran memandang menu makanan atau minuman, karena yang ditekankan adalah kebersamaan. Bahkan, sebagian besar kegiatan mayoran justru memilih menu yang sangat sederhana, misalnya sambel tomat atau terong bakar. Kalaupun ada yang memilih menu agak istimewa, paling banter cuma tahu , tempe penyet, sayur lodeh, dan tentunya jengkol selalu jadi menu favorit .
 
    Meski menunya sederhana dan kokinya keroyokan (otomatis hasil masakannya tak seindah masakan chef juna hehehe), tapi peserta mayoran tetap makan dengan lahap. Jarang ada sisa makanan. Mereka merasakan kelezatan bukan dari menu atau bumbunya, melainkan dari kebersamaannya. Canda-tawa peserta mayoran bahkan bisa bertahan hingga larut malam. Mereka ngobrol setelah makan, sambil menikmati teh panas atau es teh yang masih tersisa. Mayoran menjadi semacam pesta paling mewah di jagat pesantren.
 
    Satu nyiru banyak tangan merupakan pelajaran yang berharga. Pelajaran membangun karakter kebersamaan Satu nasib satu sepenanggungan satu rasa satu masakan. Tidak ada beda pembagian antara mereka yang memberi banyak atau sedikit, antara pemiliki beras atau pemilik nyiru, antara yang masak nasi dan yang menunggu tungku. Semua makan bersama-sama dalam waktu dan ruang yang sama. Hal ini juga menjadi latihan praktis untuk menghindarkan dari perpecahan Inilah yang di kemudian hari menjadi salah satu bahan pengawet kerukunan antar mereka. Perbedaan prinsip, pendapat dan pendapatan tidak akan mempu menggoyahkan rasa kekeluargaan antara mereka. Karena makan satu nyiru dengan banyak tangan terlalu kokoh untuk sekedar menghadapi perbedaan prinsip dan pilihan malah menjadi watak yang melekat  kerukunan silih asah silih asih silih asuh.
 
    Untuk mengenang kembali masa-masa di pesantren, dan untuk memperoleh banyak berkah tradisi makan bersama dalam satu nampan masih dipertahankan di kuningan. Tepatnya di HOBIT RUMAH SUSU  yang bertempat di jalan palutungan di area komplek wisata sukageuri view. Sebuah kedai yang menyajikan makanan nya ala asrama ala pesantren dengan menu andalan paket nasi liwet yang tentunya mempunyai khas dengan jengkolnya yang enak yuuu mari datang dan rasakan sensasi makan bersama tentunya dibulan yang suci ini kami hanya melayani pesanan untuk buka puasa tentunya makan nya saat kumandang adzan magrib di kumandangkan .

Untuk pemesanan bisa via WA telepon dan SMS di 082240073154 an chef Dadan hamdani.

    Bahwasannya para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "(Mengapa) kita makan tetapi tidak kenyang?" Rasulullah balik bertanya, "Apakah kalian makan sendiri-sendiri?" Mereka menjawab, "Ya (kami makan sendiri-sendiri)". Rasulullah pun menjawab, "Makanlah kalian bersama-sama dan bacalah basmalah, maka Allah akan memberikan berkah kepada kalian semua." (HR. Abu Dawud)

    Dan ketahuilah bahwa keberkahan sebuah makanan juga berhubungan dengan seberapa banyak orang yang ikut menikmatinya, semakin banyak tangan semakin berkah yu mari kita budayakan makan bersama apalagi di bulan yang penuh berkah ini Nah dengan menggelar mayoran setelah acara makan-makan selesai, bisa melepas kepenatan bersama teman-temanya, tertawa, bercanda, bercerita tentang kejadian-kejadian lucu di sekolah dan di kantor kerjanya.***
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Kenapa Harus Mayoran? Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan