Hot News
27 Februari 2020

Menjaga Marwah Ansor

oleh: Uus Syihabudin Abdulloh (Ketua PAC Ansor Ciawigebang)


suarakuningan - Ansor didirikan tidak lepas dari semangat beragama dan berbangsa kaum muda NU pada tahun 1931. Kaum muda NU pada waktu itu merasa penting mewadahi para pemuda NU sebagai regenerasi kyai-kyai sepuh NU yang berjuang demi agama dan kemaslahatan bangsa juga keutuhan NKRI. Beberapa pemuda NU yang diinisiasi oleh seorang pemuda bernama Abdullah Ubaid membentuk satu wadah yang bernama Persatuan Pemuda Nahdlatul Oelama (PPNO) sebagai organisasi kepemudaan yang layak untuk kaum muda NU, dan organisasi ini dinyatakan sebagai bagian dari NU. 

Pada tahun 1932 PPNO berganti nama menjadi Pemuda Nahdlatul Oelama (PNO), nama baru ini pada akhirnya juga berubah menjadi Ansor Nahdlatul Oelama (ANO). Perubahan nama organisasi kepemudaan NU dari PNO menjadai ANO terjadi setelah beberapa anggota PNO sowan kepada KH. Wahab Hasbullah untuk berkabar tentang perubahan nama organisasi ini, beliau menceritakan sejarah kaum muslimin di Madinah yang penuh suka cita menolong kaum muslimin yang hijrah (Muhajirin) dari Makah. 

Pengorbanan kaum muslimin di Madinah sangat besar untuk kejayaan Islam dan keberlangsungan hidup kaum Muhajirin, mereka kaum yang sangat berderma, segala kebutuhan kaum Muhajirin mulai kebutuhan primer, sekunder, dan tersier siap dijamin oleh kaum muslimin Madinah tanpa mengharap imbalan apa pun dari kaum Muhajirin.

Sehingga Rasulullah SAW menyebut kaum muslimin Madinah dengan julukan Ansor (penolong), dan Allah memuji sikap baik Ansor, bahkan Allah mengabarkan bahwa Ansor adalah orang-orang yang beruntung (QS. Al-Hasyr: 9). Setelah beberapa anggota PNO mendengar penjelasan dari KH. Wahab Hasbullah, maka kaum muda NU sepakat bahwa ANO adalah nama yang tepat untuk organisasi kepemudaan NU.

Saat ini ANO lebih dikenal dengan nama Ansor saja, dan sudah pasti berada di naungan NU karena resmi sebagai banom NU sejak 24 April 1934 di Banyuwangi. Sejarah mencatat bahwa Ansor di bawah naungan NU selalu berjuang tanpa pamrih, rela berkorban waktu, tenaga, pikiran, bahkan jiwa raga pun kalau perlu diberikan demi kemaslahatan agama dan bangsa, Ansor selalu siap. 

Garis besar perjuangan Ansor sudah sangat jelas yakni memahami, mengamalkan, dan mendakwahkan Islam Ahlu Sunnah Waljama’ah (Aswaja) supaya tetap lestari khususnya di NKRI, karena membela paham Aswaja merupakan salah satu skala prioritas perjuangan NU, maka sampai kapan pun Ansor di bawah naungan NU akan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai keaswajaan yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai dasar untuk berpikir dan pijakan untuk melangkah. Ansor di bawah naungan NU juga akan terus berjuang demi keutuhan NKRI, sebagaimana dulu Ansor ikut serta berjuang melawan penjajah Belanda dan Jepang.

Dari sejarah singkat dan perjuangan tersebut, betapa mulia dan agung sikap Ansor, sikap yang tidak bisa dianggap sepele dan enteng oleh siapa pun, sikap yang tulus tanpa pamrih, menjaga dan melestarikan Islam Aswaja, sekaligus membentengi NKRI dari mara bahaya. Sikap Ansor seperti ini harus tetap dipertahankan sampai kapan pun, penakhoda Ansor saat ini harus berupaya seperti penakhoda Ansor zaman dulu. 

Jika Ansor zaman dulu paham tentang Aswaja, maka Ansor saat ini juga harus paham tentang Aswaja. Jika Ansor zaman dulu berjuang demi kejayaan NKRI, maka Ansor saat ini juga harus berjuang demi kejayaan NKRI. Bahkan idealnya Ansor saat ini "Ansor milenial" harus bisa lebih baik dan maju dari Ansor zaman dulu.

Jika kita runtut dari sejarah, point penting ber-Ansor adalah kesadaran dan ketulusan menjaga marwah Ansor sebagai organisasi murni keagamaan yang dimotori kaum muda NU untuk berjuang demi agama dan bangsa tanpa niat atau ambisi-ambisi kotor dan cara-cara yang didominasi kelicikan.

Sebagaimana julukan Ansor yang diberikan Rasulullah kepada kaum muslimin Madinah. Marwah Ansor terletak dalam sikap kader-kader Ansor terutama calon penkhoda Ansor, sikap beragama dan berbangsa mereka harus berintegritas, berkomiten, dan berloyalitas atas dasar keimanan dan keilmuan (QS. Al-Mujadalah: 11), pasti marwah Ansor tetap tinggi dan terhormat. 

Semua kalangan Nahdliyin harus menyadari bahwa Ansor dibentuk untuk: Pertama sebagai regenerasi kyai-kyai sepuh NU, regenerasi kyai mutlak harus paham agama, apalagi calon penakhoda Ansor. 

Kedua sebagai penerus kepengurusan ormas NU, pematangan sebelum mengurus NU adalah menjadi pengurus Ansor. Ketiga sanggup memahami, mengamalkan, dan mendakwahkan paham Aswaja. Keempat berani berkorban demi agama dan bangsa. Empat point penting itu harus disadari oleh kader-kader Ansor sebagai kunci “kesucian nasib” marwah Ansor kedepan, terkhusus calon penakhoda Ansor.*** 

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Menjaga Marwah Ansor Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan