Sebelumnya: Temukan Orang yang Menjadikan Sempurna” (MDKM) (2)
Walaupun sudah memahami rasa benci itu adalah penyakit yang harus dihilangkan oleh diri kita namun dalam praktiknya hal itu tidak mudah.
Memelihara kebencian seringkali menjadi alasan atas pembenaran kepada diri sendiri, tidak lain kita sedang mempertahankan ego kita dihadapan orang lain bahkan ego kepada diri sendiri. Marah memang karakter manusia, yang akan selalu melekat dalam diri kita dalam ego kita dan dapat hadir kapanpun.
Lantas, apakah tidak boleh marah? Tentu saja boleh, itu manusiawi. Jika kadar marahnya ada alasan yang jelas, karena adalah pelanggaran terhadap “hukumnya” kita pantas marah, pantas kecewa, yang menjadi catatannya adalah batas waktu. Batasi marahmu cukup 3 hari paling lama, jika lebih dari itu kamu berada pada area egomu, berada pada area pembenaran atas dirimu. Ada kepantasan untuk marah, namun juga ada kemuliaan pada memaafkan. Memendam marah hanya akan mengundang emosi berikutnya dan terus menerus akan memicu kebencian sementara membenci adalah perbuatan yang lebih buruk dari marah. Jika pun marah cukuplah sesaat dan jika pun membenci tidak berlebihan. Berikan ruang kasih sayang dan berikan ruang pintu maaf.
Jika ukurannya marah dan benci, rasanya kita ini tak pantas tinggal dimuka bumi dan juga kembali ke akhirat. Terlalu banyak kesalahan dan dosa kita kepada Alloh SWT, yang pantas membuatNya marah dan benci kepada kita. Namun Ia adalah dzat yang maha pengasih maha penyayang, ia selalu membuat lebar pintu maaf dan pintu taubatmu. Sungguh jika kita terus memupuk rasa ini kepadanya kita akan menguras rasa benci dan marah kita pada sesama. Pesan yang mulia, cintailah apa yang ada dibumi niscaya kamu akan mendapat cinta dari para mahluk yang ada di langit.***
