Hot News
28 Februari 2023

Jiwa Preman Bukan Generasi Idaman



Oleh: Euis Hasanah

 (Pegiat Literasi)


Kasus penganiayaan terhadap anak pengurus Pimpinan Pusat GP Ansor, David Latumahina, kini menjadi perbincangan publik. Remaja berusia 17 tahun itu dianiaya seorang putra pejabat Direktorat Jenderal Pajak atau Ditjen Pajak bernama Mario Dandy Satriyo (tempo.com, 25/02/23).


Kasus penganiayaan yang dilakukan remaja kerap terulang kembali. Dalam kasus tersebut, seolah-olah pemuda layaknya seperti preman, tidak ada rasa belas kasih dan empati. Tindakan yang dilakukan bukan cermin pemuda yang diharapkan. Seharusnya remaja memiliki keunikan khusus, pandai memahami diri, ulet dalam menekuni bidang tertentu dan senang berinovasi. Karena dari pundaknya juga ada kepemimpinan untuk masa mendatang. 


Tapi sayang di era digital sekarang, walaupun serba modern dan serba mudah. Kehidupan generasi sekarang jauh dari kata misi kepemimpinan. Melihat kondisi pemuda sekarang lebih akrab dengan kehidupan hedonis, materialistis dan liberalis. Kesenangan dunia dicari dan puji-puji. Tak pelak sesuatu yang dianggap indah pasti dikejar, itulah kehidupan hedonis remaja.


Adapun kehidupan materialis juga, digadang-gadang menjadi ajang unjuk gigi. Pemuda sekarang terlihat keren, apabila dari tampilan baju, aksesoris yang branded, ditambah pasangan dianggap good looking menurut standar mereka. Apabila dari keluarga yang tidak mampu membelikan hal yang bersifat materi. Akhirnya remaja sekarang rentan menjadi pengedar narkoba, judi online, terlilit prostitusi dan bahkan jadi tersangka perampokan. Sehingga dengan demikian pundi-pundi uang mudah mengalir, hanya demi hasrat memenuhi materi.


Begitupun sikap liberalis, remaja masa kini mudah terbawa arus hidup serba bebas. Hal halal-haram tidak menjadi standar, main gebuk sesama lawan menjadi hal biasa, rasa belas kasih sudah tersandera. Tambah keberadaan menjadi anak pejabat jadi daya tawar. Pacaran, free sex, narkoba, tawuran sudah menjadi rutinitas kehidupan remaja liberal. Gaya remaja yang hedonis, materialistis dan liberalis harus menjadi perhatian khusus semua elemen dan harus segera kesampingkan gaya tersebut.


Merebak gaya tersebut tidak luput dari sistem yang dianut oleh negeri ini. Sekularisme yang diadopsi dari barat adalah biang kerok permasalahan yang menyangkut generasi saat ini. Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan dan bernegara. Aturan kehidupan diserahkan pada akal manusia semata. Agama dianggap hanya mengurusi urusan ibadah ritual, seperti shalat, puasa, zakat dan berhaji.


Pengadopsian sistem barat sekarang sudah mengakar di tubuh muslim. Dan pada akhirnya berpikir dan tingkah laku pemuda muslim saat ini mengikuti cerminan sistem sekulerisme. Kelakuan tidak dikaitkan dengan hari pertanggungjawaban di akhirat kelak. Ditambah kurikulum pendidikan yang menjauhkan dari kepribadian Islam. Sistem pendidikan sekuler hanya menitikberatkan untuk mendapatkan materi. Sedangkan pendidikan agama diberikan hanya dua jam dalam sepekan. Bagaimana mungkin remaja akan mendapat benteng akidah yang benar, menjadi remaja yang tangguh dan taat kepada Allah, sedangkan porsi pelajaran agama Islam hanya sedikit diberikan dalam kurikulum.


Begitupun tontonan televisi dan media sosial, gaya preman yang mudah diakses oleh berbagai kalangan. Sebab, hal ini tidak menutup kemungkinan menjadi celah untuk meniru adegan seolah-olah keren padahal itu bertentangan. Maka dari itu harus ada obat jitu mengembalikan posisi mulia seorang pemuda. Tentu solusi harus dikembalikan kepada Islam.


Islam adalah agama sempurna, yang diturunkan Allah melalui utusan-Nya, yakni Baginda Muhammad Rasulullah Saw. Dalam Islam ada kewajiban seorang muslim, setiap tindakan harus bersandar kepada aturan Allah. Tentunya untuk menjadi sadar akan ada aturan Allah, maka seorang hamba diwajibkan untuk menuntut ilmu terlebih dahulu sebagaimana sabda Rasulullah Saw:


طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ


Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Muslim).


Tuntutan dalam hadits tersebut tidak ada batasan usia, laki-laki dan perempuan diwajibkan untuk menuntut ilmu, terutama ilmu yang akan dijadikan pijakan yakni tentang akidah Islam. Pemuda saat ini harus mengkaji akidah sampai cemerlang, yang lahir dari proses berpikir. Dengan berakidah Islam, seorang muslim akan mengetahui batasan bertingkah laku dan pada dasarnya akan memahami bahwa, manusia terikat dengan hukum Allah. Yakni, hal halal, haram,sunah, mubah dan makruh. Sehingga di dalam dirinya hanya tertanam jiwa-jiwa berkepribadian Islam.


Dengan ini seorang generasi cemerlang akan senantiasa berhati-hati baik ucapan, perbuatannya dan senantiasa tidak melakukan perbuatan sia-sia, akan tetapi berperilaku yang layak seorang ahli surga.


Tentunya untuk menjadikan generasi yang ahli surga, yang taat kepada Allah. Harus dibarengi dari orang tua dan masyarakat yang soleh. Dan dalam Islam, negara tentunya memberikan peranan yang sangat penting dalam mencetak generasi dambaan umat. Dengan mekanisme pendidikan, kurikulum yang berbasis aqidah islam menghasilkan para pemuda yang taat kepada Allah, dan dibarengi kecakapan ilmu dan sains. 


Dalam Islam hal ini suatu yang mudah, sebagaimana Islam dulu pernah menorehkan peradaban yang unggul. Maka dengan ini selayaknya orang tua tidak menghalangi putra-putri untuk mengkaji Islam lebih dalam. Karena pada saat tidak ada yang bisa melindungi mereka, kecuali dengan akidah yang kuat.


Wallahu'alam bishshawab.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar...
- Harap sesuai dengan Konten
- Mohon Santun
Terimakasih Telah Memberikan Komentar.

Item Reviewed: Jiwa Preman Bukan Generasi Idaman Rating: 5 Reviewed By: SuaraKuningan