puisi: luluhkan purnamaku

sekalipun pandangmu terhalang kabut atau awan apapun itu aku tak berubah bahwa aku adalah  bulan purnama setiap saatnya selalu memantulkan c...

Puisi: Sepucuk Surat yang Kurindu

  Vera Verawati Andai, beranjaknya waktu tidak berikut peradabannya. Mungkin saat ini aku masih senang menikmati sejuknya pagi oleh gemeri...

Puisi: Kartu Hati Bukan Kartu Mati

Vera Verawati               Bidak bergerak berhadapan dengan raja, sedang patih masih berdiri gagah di samping anak-anak pion yang mulai taj...

Puisi: Satu Jalan Menuju Pulang

Vera Verawati Ciap anak burung terjatuh tepat di pangkuan, lelaki itu penuh kasih menyentuh, berjalan mencari dimana letak sarang. Tepat p...

Puisi: Orasi Bendera

Vera Verawati                                 Sayup lonceng peringatan berbunyi, bisik-bisik masa bakti hampir habis. Kasak-kusuk mulai ...

Puisi: Panggilan Terakhir

  Vera Verawati                   Suara merdu binatang malam, satu dua masih terdengar, sisanya turut lelap bersama para pemimpi. Sayu...

Puisi: Bahasa Penari

Vera Verawati “Ijinkan aku menari.” Lelaki berwajah keras itu tajam memandang, pemuda dengan bahu kokoh dan warna kulit gelap menjadikannya ...